Selama 5 bulan, Ada 1.122 Janda dan Duda Baru di Blitar

Selama 5 bulan, Ada 1.122 Janda dan Duda Baru di Blitar

Blitar (beritajatim.com) – Angka perceraian di Blitar Raya masih cukup tinggi. Selama 5 bulan awal tahun 2024 ini, tercatat sudah ada 1.122 pasangan yang memutuskan bercerai.

Artinya selama awal tahun 2024 ini, ada 1.122 janda dan duda baru di Bumi Penataran. Faktor penyebab perceraian tersebut adalah permasalahan ekonomi dan pertengkaran.

Data di pengadilan agama kelas IA Blitar selama bulan januari hingga Mei tercatat ada 1508 pengajuan perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat. Dari pengajuan kasus perceraian ini ada 264 cerai talak yang dikabulkan dan 858 cerai gugat yang dikabulkan.

sehingga total ada 1122 pasangan yang sudah resmi bercerai dan ada 386 pasangan dicabut dan tidak dikabulkan perceraiannya oleh hakim.

“Paling banyak penyebab perceraian karena pertengkaran terus menerus. Karena banyak pasangan yang kurang pemahaman dalam membina rumah tangga. Apalagi terkait masalah ekonomi. Mahkamah Agung sudah mewanti-wanti, untuk mempersulit masalah perceraian ini,’’ ujar Plt Humas Pengadilan Agama kelas IA Blitar, Ahmad Syaukani, Senin (10/06/2024).

Secara aturan ada beberapa regulasi yang memberikan syarat pada pengajuan cerai talak dapat dikabulkan, jika suami tidak memberikan nafkah lagi selama 1 tahun. Selain itu, jika ada alasan cerai pertengkaran terus menerus dan berpisah.

Harus memenuhi syarat untuk 6 bulan perpisahan dan telisik pertengkarannya. Jika tidak ada pertengkaran tiba-tiba salah satu pasangan pergi, perceraian dapat dikabulkan jika sudah berpisah selama 2 tahun

Semua regulasi itu digunakan untuk pencegahan awal dari perceraian. Tidak hanya itu, PA juga memberikan pemahaman kepada para advokat, agar dapat bijak dalam mendampingi kliennya. Sehingga PA tidak terkesan untuk menjadi tempat mudahnya terciptanya perceraian.

Menurutnya, pasangan suami istri (pasutri) tetap difasilitasi untuk mediasi. Hal itu sesuai regulasi yang berlaku, yakni merujuk produk hukum Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi. Utamanya dalam menangani perkara kontensius.

Hasil dari mediasi itu diklasifikasikan sesuai dengan keputusan hakim dan pasutri yang mengajukan perceraian. Oleh karena itu, hakim bisa saja memutuskan permohonan cerai itu dikabulkan, dicabut, atau ditolak.

“Banyak pasangan mengaku belum siap menghadapi permasalahan rumah tangga sehingga sering memicu perselisihan secara terus menerus. Perceraian ini banyak terjadi pada pasangan usia produktif atau dibawah 30 tahun,’’ ungkapnya.

Sementara itu, untuk perceraian karena faktor ekonomi mayoritas karena suami malas bekerja dan justru bergantung kepada istri. Perempuan dianggap bisa membantu bekerja, Sehingga hal ini juga memicu terjadi pertengkaran hingga perceraian.

Syaukani menyebut tidak hanya dua faktor ini yang menjadi penyebab perceraian, ada faktor meninggalkan salah satu pihak seperti suami yang tiba tiba hilang kontak selama beberapa tahun. Selain itu, poligami lalu istri tidak terima, Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Zina, mabuk, judi dan beberapa faktor lain.

“Pengajuan kasus perceraian di pengadilan agama Blitar diketahui paling banyak istri yang menggugat cerai. Namun PA berusaha untuk dapat mediasi pasangan yang mengajukan cerai. Kami berusaha untuk menekan angka perceraian, meskipun begitu semua keputusan ada di setiap pasangan,’’ pungkasnya.(owi/kun)