Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus mengeluarkan kebijakan baik itu insentif maupun subsidi kepada sektor properti kendati setoran penerimaan pajak dari konstruksi maupun real estate tidak elastis dengan kontribusinya di produk domestik bruto alias PDB.
Kebijakan terbaru, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerbitkan aturan skema subsidi bunga perumahan untuk memperluas akses pembiayaan sekaligus mendukung program pembangunan 3 juta rumah.
Skema itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 65/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Program Perumahan. Beleid anyar ini ditandatangani Purbaya pada 18 September dan diundangkan pada 24 September 2025
Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk subsidi bunga atau margin yang ditanggung negara, baik untuk pelaku usaha penyedia rumah maupun masyarakat di sisi permintaan.
Dari sisi penyediaan rumah, pemerintah menanggung bunga sebesar 5% efektif per tahun. Jangka waktu pemberian subsidi paling lama 4 tahun untuk kredit modal kerja dan 5 tahun untuk kredit investasi (Pasal 14).
Sementara itu, untuk sisi permintaan rumah, subsidi diberikan lebih besar. Debitur dengan plafon kredit Rp10 juta hingga Rp100 juta mendapat subsidi bunga 10%, sedangkan plafon Rp100 juta–Rp500 juta memperoleh subsidi 5,5%. Subsidi tersebut berlaku paling lama 5 tahun (Pasal 15).
Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa penyaluran subsidi akan melalui lembaga keuangan atau koperasi penyalur kredit. Setiap penyalur wajib menyusun Rencana Target Penyaluran (RTP) tiap tahun anggaran, yang berisi target debitur, unit rumah, baki debet, hingga tingkat kredit bermasalah.
Sementara Pasal 6 mengatur agar RTP disampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kredit Program Perumahan paling lambat Juni, dua tahun sebelum tahun penyaluran.
Skema Penagihan
Lebih lanjut dalam Pasal 17—18, disampaikan bahwa pengajuan tagihan subsidi dilakukan bulanan, maksimal tanggal 10, dengan formula: Besaran Subsidi × Baki Debet × Hari Bunga/360. Adapun tagihan bulan Desember dibebankan pada anggaran tahun berikutnya.
PMK ini juga mengatur terkait pengawasan dan penjaminan. Pinjaman wajib dijamin oleh perusahaan penjaminan atau asuransi kredit (Pasal 24); sedangkan besaran premi ditentukan berdasarkan profil risiko debitur, namun tidak memengaruhi nilai subsidi yang diterima penyalur (Pasal 25).
Ditegaskan bahwa subsidi tidak diberikan terhadap pinjaman macet, pinjaman yang jatuh tempo, atau pinjaman yang sudah diajukan klaim penjaminan (Pasal 20).
Lebih lanjut, Menteri Keuangan menugaskan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melakukan pemantauan dan audit. Hasil temuan akan menjadi bahan pertimbangan Komite Kebijakan Kredit Program Perumahan dalam menentukan arah kebijakan ke depan (Pasal 27–28).
Beleid ini juga mengatur transisi. Untuk 2025–2026, RTP masih disusun langsung oleh KPA Kredit Program Perumahan (Pasal 30). Mekanisme baru, yakni RTP oleh penyalur, akan berlaku penuh mulai Tahun Penyaluran 2028 (Pasal 29).
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” jelas Pasal 31.
Nasib PPN DTP 100%
Pemerintah memastikan akan memperpanjang fasilitas pembebasan pajak perumahan berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir 2026. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi fiskal untuk mendorong sektor perumahan dan memperluas akses masyarakat terhadap hunian layak.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, fasilitas PPN DTP itu sudah berlaku 2025 dan akan diperpanjang hingga tahun depan. Target penerimanya adalah rumah tapak dengan harga maksimal Rp5 miliar. Nantinya, pemerintah akan menanggung PPN rumah tersebut sebesar maksimal Rp2 miliar.
“Kita berikan juga PPN DTP 100% untuk rumah komersil, rumahnya sampai Rp5 miliar, tetapi Rp2 miliar pertamanya diberikan PPN DTP 100%, dan itu sudah kita umumkan juga untuk diperpanjang sampai akhir tahun 2026,” kata Febrio usai rapat Komite Tapera di kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Jakarta, Rabu (24/9/2025) malam.
Febrio memastikan regulasi baru terkait perpanjangan insentif pajak ini akan diterbitkan dalam waktu dekat. Ia menegaskan proses penerbitan aturan tidak akan memakan waktu lama karena anggarannya telah tercantum dalam APBN 2026.
“Ya dalam waktu dekat, tapi ini kan melanjutkan apa yang sudah ada, jadi nggak lama. 100% [ditanggung pemerintah],” jelasnya.
Subsidi Bantuan Renovasi
Selain fasilitas PPN DTP, pemerintah juga akan memperluas skema dukungan sektor perumahan melalui subsidi, bantuan renovasi, hingga berbagai program pembiayaan perumahan. Total rumah yang akan menerima berbagai bentuk bantuan diproyeksikan mencapai 770.000 unit pada 2026.
Tahun ini, pemerintah telah menyalurkan insentif PPN DTP untuk sekitar 30.000 unit rumah komersial. Jumlah tersebut akan meningkat menjadi 40.000 unit pada 2026. Sementara itu, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ditargetkan menyasar 400.000 unit, dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 350.000 unit.
“Tahun depan ini totalnya akan lebih tinggi, jadi sudah masuk di APBN 2026. Tahun depan [BSPS] 400.000 unit, lalu FLPP-nya 350.000, lalu rumah komersilnya [yang dapat PPN DTP] juga sekitar 40.000. Jadi tahun depan itu 770.000 [unit],” tutur Febrio
Tetap Cermati Implikasinya
Sementara itu, konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia memproyeksi kinerja penjualan rumah tapak di wilayah Jabodetabek bakal terakselerasi sepanjang 2025.
Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim menjelaskan bahwa optimisme pasar itu sejalan dengan keputusan pemerintah memperpanjang implementasi insentif bebas PPN atau PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir 2025.
“Memang dengan adanya perpanjangan insentif pajak 100% di sepanjang paruh kedua ini, diharapkan juga tetap dapat memberikan dampak positif terhadap penjualan rumah tapak di Greater Jakarta,” kata Yunus dalam Media Briefing di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Meski demikian, JLL mengungkap terdapat tren pelemahan pasar dalam menyerap perumahan sepanjang semester I/2025. Sejalan dengan hal itu, suplai perumahan sepanjang paruh pertama juga menurun 49% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Yunus memperkirakan, pelemahan penjualan rumah itu terjadi di saat berakhirnya insentif PPN DTP 100% pada Juni 2025. Sehingga, terdapat gap implementasi bebas PPN yang baru kembali diimplementasikan pada Juli 2025.
“PPN yang 100% itu sudah berakhir di bulan Juni, meskipun kita tahu di bulan Juli akhirnya kembali diperpanjang. Tapi ada gap yang akhirnya mungkin membuat pengembang juga tetap berhati-hati, memantau pergerakan pasar,” ujarnya.
