Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah masalah membelit program makan bergizi gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah sejak Januari 2025 lalu. Persoalan yang dihadapi di antaranya terkait dengan rendahnya serapan anggaran hingga terjadinya keracunan massal.
Terkait serapan anggaran, Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pihak yang mendapatkan mandat untuk menjalankan program MBG melaporkan bahwa anggaran yang terserap hingga pertengahan September mencapai hampir Rp17 triliun atau baru sekitar 23,9% dari total anggaran sebesar Rp71 triliun pada tahun ini.
Kepala BGN Dadan Hindayana meyakini bahwa realisasi anggaran MBG membaik. Dia mengaku optimistis bahwa pagu anggaran MBG yang dialokasikan pada tahun ini dapat terserap sepenuhnya, seiring implementasi yang terus dikebut.
Namun demikian, dari pagu sebesar Rp71 triliun itu, Dadan mengungkapkan dana sebesar Rp9,1 triliun di antaranya masih belum dapat dipakai. Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa saat ini BGN masih dalam proses untuk mengakses anggaran tersebut.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa penyerapan anggaran identik dengan jumlah penerima manfaat MBG. Dia mengakui adanya tantangan penyerapan anggaran pada implementasi awal proyek MBG, utamanya terkait pembangunan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Mesin penyerapan anggaran di Badan Gizi itu adalah jumlah SPPG. Satu SPPG berdiri dalam satu hari, maka Rp1 miliar akan terserap. Kenapa kita lambat di awal? Karena kan banyak orang yang tidak yakin program ini akan jalan,” kata Dadan.
Dia lantas menjelaskan bahwa pada Januari 2025 lalu, jumlah SPPG yang berdiri hanya sebanyak 190 unit. Alhasil, anggaran yang terserap hanya sebesar Rp190 miliar sepanjang bulan pertama MBG berjalan.
Seiring berjalannya waktu, Dadan mengungkapkan bahwa 8.344 SPPG telah dibangun sejauh ini atau setara dengan penyerapan anggaran sebesar Rp8,3 triliun.
Dia pun menargetkan dapur MBG yang beroperasi dapat menembus 10.000 unit pada pengujung September ini, sehingga penyerapan anggaran setidaknya Rp10 triliun per bulan dapat berjalan mulai bulan berikutnya.
“Kita targetkan pada bulan Oktober sudah akan ada sekitar 20.000 SPPG, sehingga pada November itu sudah Rp20 triliun sendiri [total penyerapan anggaran MBG]. Seperti itu mekanismenya. Sehingga penyerapan itu di ujung akan sangat besar, bukan diada-adakan, tetapi karena SPPG-nya bertambah,” tutur Dadan.
Tambahan Anggaran
Di sisi lain, Dadan mengungkapkan pihaknya telah mengajukan tambahan anggaran Rp50 triliun untuk pelaksanaan program MBG pada tahun ini.
Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan lampu hijau atas permintaan tersebut. Prabowo disebutnya bahkan menawarkan tambahan anggaran Rp100 triliun.
“Tetapi saya sudah sampaikan jauh hari ke Pak Presiden, kita tidak akan bisa menggunakan anggaran tambahan Rp100 triliun. Jadi cukup Rp50 triliun, yang Rp50 triliun silakan digunakan untuk keperluan lain,” kata Dadan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana (dua dari kiri) bersama Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang dan Sony Sanjaya dalam jumpa pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025). – BISNIS/Reyhan Fernanda Fajarihza
Dadan juga merespons pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang mengatakan akan merelokasi anggaran MBG jika tidak terserap optimal.
“Sekarang [penyerapan anggaran MBG] sudah hampir Rp17 triliun. Jadi kami tidak risau yang begitu-begitu [wacana relokasi anggaran]. Karena kami tahu apa yang harus kami lakukan,” kata Dadan kepada wartawan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Untuk diketahui, Menkeu Purbaya sebelumnya mengatakan anggaran MBG berpotensi ditarik jika serapannya tidak maksimal hingga Oktober mendatang.
Purbaya menuturkan, dirinya akan mengirim tim dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membantu percepatan penyerapan anggaran MBG. Meski demikian, jika serapan anggaran tetap tidak maksimal hingga Oktober mendatang, maka pihaknya bakal mengkaji kemungkinan untuk merelokasinya ke program pemerintah yang lain.
“Kalau di akhir Oktober kita bisa hitung dan kita antisipasi penyerapannya hanya akan sekian, ya kita ambil juga uangnya. Kita sebar ke tempat lain atau untuk mengurangi defisit atau juga untuk mengurangi utang,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).
Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan sikap Presiden Prabowo terkait dengan masalah penyerapan anggaran MBG. Dia mengaku telah mendiskusikan rencana relokasi anggaran MBG ke program lainnya jika tidak terserap optimal, dan mendapatkan lampu hijau.
Adapun, dengan serapan anggaran yang telah mencapai hampir Rp17 triliun, artinya BGN masih harus mengebut penyerapan anggaran sebesar Rp54 triliun pada sisa tiga bulan menjelang tahun 2025 berakhir. Belum lagi, dengan adanya pengajuan tambahan anggaran MBG pada 2025 sebesar Rp50 triliun, maka total anggaran yang harus terserap menjadi sekitar Rp104 triliun dalam kurun 3 bulan ke depan.
Keracunan Massal
Selain masalah serapan anggaran, implementasi MBG juga tengah mendapatkan sorotan imbas kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah. Bahkan, jumlah korbannya telah mencapai ribuan orang.
Berdasarkan catatan BGN, setidaknya 4.711 orang diduga keracunan imbas mengonsumsi hidangan MBG di seluruh Indonesia.
Dadan menyampaikan bahwa jumlah tersebut diperoleh dari hasil investigasi awal yang dijalankan pihaknya sejak awal implementasi MBG hingga Senin (22/9/2025) hari ini.
“Terkait berbagai kejadian di Tanah Air, kami tentu saja sangat menyesalkan kejadian ini masih ada dan kami prihatin,” ujar Dadan.
Secara terperinci, dia memaparkan bahwa wilayah I yang meliputi Pulau Sumatra mencatatkan sekitar 1.281 orang yang diduga mengalami gangguan kesehatan imbas MBG.
Berikutnya, BGN mendata bahwa wilayah II yang mencakup Pulau Jawa memiliki 27 kasus gangguan kesehatan peserta didik, yang dialami oleh 2.606 orang.
Sementara itu, Dadan menjelaskan bahwa wilayah III yang terdiri dari Pulau Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua mencatatkan 11 dugaan kasus keracunan terhadap 824 peserta didik.
Sejumlah murid menyantap menu makanan di SDN Cilangkap 5, Depok, Jawa Barat, Senin (6/1/2025). Pemerintah resmi memulai Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan serentak di 26 Provinsi di Indonesia. JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Terkait penyebabnya, BGN mengidentifikasi bahwa sebagian besar kejadian ini dikarenakan munculnya dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru, yang disebut perlu pembiasaan dalam melayani peserta didik dalam jumlah banyak.
Oleh karenanya, Dadan menyebut bahwa BGN akan memperketat pengawasan dan prosedur yang ada dalam penyediaan makanan program MBG.
Selain itu, BGN juga akan membentuk tim khusus untuk menginvestigasi kasus dugaan keracunan siswa yang mengonsumsi MBG.
Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menjelaskan pembentukan tim investigasi ini merupakan bagian dari tugasnya usai ditunjuk Presiden Prabowo Subianto untuk bertugas di BGN.
“Investigasi ini berkait dengan yang ramai sekarang adalah kasus dugaan, saya sebut dugaan karena belum tentu semua yang bermasalah atau keracunan. Jadi saya akan membentuk tim investigasi untuk masalah yang diduga keracunan dan juga tim investigasi di bidang menu makanan atau dapur,” kata Nanik.
Nanik melanjutkan, keberadaan tim investigasi ini diharapkan bisa menjadi second opinion dalam mengusut dugaan keracunan MBG, seiring pemeriksaan yang juga dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dia menjelaskan, proses investigasi akan mencakup penelusuran mulai dari bahan baku, proses memasak, hingga pemeriksaan sampel makanan yang disimpan oleh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurut Nanik, tim investigasi kejadian luar biasa dari proyek mercusuar pemerintah ini akan dibentuk pada pekan ini dan segera turun langsung mengecek kondisi di lapangan.
“Tim investigasi akan kami bentuk terdiri dari ahli kimia, farmasi, dan juga dari teman-teman yang mempunyai profesi di bidang kesehatan. Jadi ini untuk mempercepat temuan sambil menunggu BPOM, supaya masyarakat segera mendapatkan jawabannya,” ucapnya.
Sertifikasi SPPG
Sementara itu, Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengungkapkan data terbaru soal kasus keracunan dalam Program MBG. Berdasarkan laporan tiga lembaga pemerintah, jumlah penderita mencapai lebih dari 5.000 orang hingga pertengahan September 2025.
“Data dari BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Dari Kemenkes ada 60 kasus dengan 5.207 penderita per 16 September. Sementara BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 penderita per 10 September,” kata Qodari dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Senin (22/9/2025).
Dia menegaskan, meski angkanya berbeda, tren kasus dari ketiga lembaga itu selaras dan tidak boleh dipertentangkan. “Tolong jangan ngadu-ngadu antar kementerian/lembaga. Yang penting kita lihat masalah yang sama dicatat oleh tiga lembaga,” ujarnya.
Menurut asesmen BPOM, puncak keracunan terjadi pada Agustus 2025, terutama di Jawa Barat. Penyebabnya meliputi higienitas makanan yang buruk, suhu dan pengolahan pangan yang tidak sesuai, kontaminasi silang, serta alergi pada sebagian penerima manfaat.
Qodari menyoroti lemahnya kepatuhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terhadap standar keamanan pangan. Dia menekankan, setiap SPPG wajib memiliki SLHS agar keracunan bisa dicegah.
“Dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang punya SOP Keamanan Pangan, dan 312 yang menjalankannya. Padahal Kemenkes punya Sertifikasi Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) sebagai bukti standar baku mutu,” jelasnya.
Dia menuturkan harus ada kolaborasi lintas K/L, termasuk pengawasan rutin oleh Dinas Kesehatan atau puskesmas. Selain itu, data BPOM juga menunjukkan mayoritas kasus terjadi di SPPG yang baru beroperasi kurang dari satu bulan.
