Seabad Perjalanan KRL dan Peran Stasiun Manggarai sebagai Simpul Mobilitas Urban Jakarta

Seabad Perjalanan KRL dan Peran Stasiun Manggarai sebagai Simpul Mobilitas Urban Jakarta

Seabad Perjalanan KRL dan Peran Stasiun Manggarai sebagai Simpul Mobilitas Urban Jakarta
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Lautan manusia hilir mudik memenuhi
Stasiun Manggarai
pagi itu. Mereka tampak terburu-buru dan waspada di tengah deru roda baja serta pengumuman keberangkatan dan kedatangan kereta.
Rangkaian
KRL Commuter Line
datang silih berganti di peron, mengantar penumpang dari seluruh penjuru Jabodetabek. Rutinitas ini menjadi bagian dari perjalanan luar biasa transportasi kereta api di Indonesia.
Tahun ini, tepatnya Minggu (6/4/2025), KRL Indonesia genap berusia 100 tahun. Sementara itu, Stasiun Manggarai telah beroperasi lebih dari satu abad. Keduanya menyatu dalam sejarah mobilitas Indonesia dan terus berkembang seiring zaman.
Perjalanan kereta listrik di Indonesia dimulai oleh perusahaan kereta api
Hindia Belanda
,
Staatssporwegen
(SS), dengan peresmian lintas Tanjung Priok–Meester Cornelis (kini Jatinegara) pada 6 April 1925. Ini adalah tonggak sejarah elektrifikasi perkeretaapian yang menandai dimulainya era baru transportasi di Tanah Air.
Sejak saat itu, KRL terus berevolusi, dari moda transportasi yang identik dengan penumpang di atap atau pedagang asongan yang hilir mudik di dalam gerbong, hingga menjadi angkutan massal yang tertib dan modern.
Transformasi signifikan terjadi, salah satunya pada 2008 ketika PT KCJ (kini
KAI Commuter
) dibentuk sebagai operator khusus KRL Commuter Line.
Pembentukan perusahaan itu membawa era baru penertiban dan sterilisasi, dengan pemasangan pagar di jalur, penertiban pedagang, pelarangan penumpang di atap, serta modernisasi sistem tiket menggunakan
electronic ticketing
dengan
e-money
dari Kartu Multi Trip (KMT) dan uang elektronik bank, serta QR code.
Armada KRL juga mengalami perubahan drastis. Dari lokomotif legendaris seperti ESS 3200 “Bon-Bon” yang didatangkan pada 1925, KA Djoko Kendil (SS9000) yang melayani rute ekspres malam, hingga masuknya KRL eks Jepang, seperti Seri 6000, 7000, JALITA (8500), 203, dan 205 yang menjadi tulang punggung operasional saat ini.
Keandalan dan kapasitas KRL Seri 205, misalnya, menjadikannya armada favorit penumpang hingga sekarang.
Tak berhenti di situ, KAI Commuter terus berinovasi dengan menghadirkan generasi terbaru seperti KRL Seri
CLI-125
dengan desain modern dan fitur digital, serta KRL produksi
PT INKA
yang akan beroperasi pada 2025 sebagai simbol kemandirian industri perkeretaapian Indonesia.
Evolusi itu tidak hanya mengubah wajah fisik KRL, tetapi juga dampak pada kultur pengguna. Kereta api kini semakin aman, nyaman, dan menghilangkan “kasta” di dalamnya, menjadikannya pilihan transportasi massal bagi semua lapisan masyarakat.
Modernisasi armada dan sistem pun turut berdampak pada peningkatan volume penumpang. Pada 2020, volume penumpang mencapai 53,15 juta orang. Angka ini terus melonjak menjadi 123,13 juta pada 2021, dan 215,05 juta pada 2022.
Puncaknya pada 2023, volume penumpang mencapai 290,89 juta orang, bahkan sempat mencatat lebih dari satu juta penumpang per hari.
Tren positif itu pun berlanjut pada 2024 dengan 374,49 juta orang, naik 12,8 persen dari tahun sebelumnya, dan di kuartal I 2025 tercatat 93,77 juta orang.
Peningkatan jumlah penumpang itu tidak hanya terjadi di Jabodetabek, tetapi juga tercatat di wilayah Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya.
Di Yogyakarta, misalnya, jumlah pengguna naik dari 6,45 juta pada 2024 menjadi 7,97 juta pada 2025. Di Bandung Raya, melonjak dari 14,72 juta menjadi 16,16 juta, dan di Surabaya dari 13,36 juta menjadi 14,73 juta.
“KAI Commuter terus berkomitmen untuk selalu meningkatkan layanan kepada para penggunanya agar Commuter Line menjadi transportasi yang turut menggerakkan kemajuan perekonomian, serta angkutan perkotaan yang efisien, ramah lingkungan, bebas macet, dan terjangkau,” ucap Direktur Utama KAI Commuter Asdo Artriviyanto seperti dikutip dari situs resmi KAI Commuterline.
Sebagai bagian dari perayaan seabad KRL, KAI Commuter juga menggelar Parade KRL Vintage bertajuk “100 Years of KRL: The Everlasting Urban Transport” pada April 2025. Ajang ini menampilkan evolusi KRL sebagai ajang nostalgia dan bukti komitmen dalam menyediakan transportasi yang inklusif dan efisien.
Jauh sebelum menjadi salah satu simpul transportasi terpadu di Indonesia, kawasan “Manggarai” dulunya adalah pemukiman kecil komunitas asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dibawa ke Batavia pada masa kolonial.
Perlahan, kawasan itu berkembang menjadi sentra transportasi. Pembangunan Stasiun Manggarai sendiri dimulai pada 1913 oleh SS setelah mengakuisisi jalur Jakarta-Bogor dari NIS. Stasiun ini resmi beroperasi pada 1 Mei 1918, dan desainnya dibuat oleh arsitek Belanda Ir J Van Gendt.
Stasiun Manggarai tidak sekadar infrastruktur, tetapi juga saksi bisu sejarah bangsa. Pada 3 Januari 1946, stasiun ini menjadi titik keberangkatan Kereta Luar Biasa (KLB) yang membawa Presiden Soekarno beserta pemerintahan menuju Yogyakarta, dalam rangka pemindahan ibu kota negara secara rahasia.
Peristiwa itu mengukuhkan Manggarai sebagai bagian integral dari narasi kemerdekaan Indonesia. Atas nilai historis dan arsitekturnya, Stasiun Manggarai pun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional.
Kini, Stasiun Manggarai telah berevolusi menjadi simpul integrasi transportasi utama yang menghubungkan berbagai layanan kereta api, seperti Commuter Line Jabodetabek (Bogor Line, Bekasi Line, Serpong Line, Tangerang Line, dan Tanjung Priok Line) serta Commuter Line Bandara Soekarno-Hatta.
Sebagai salah satu stasiun tersibuk, Manggarai telah mengalami transformasi besar dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan kapasitas dan layanannya. Salah satu perubahan paling signifikan adalah proyek pembangunan sebagai stasiun sentral dengan penyediaan jalur elevated (layang) yang kini melayani KRL tujuan Bogor dan Jakarta Kota.
Area penumpang juga diperluas, dan stasiun dilengkapi fasilitas modern seperti eskalator dan lift untuk memudahkan perpindahan antarperon. Manggarai menjadi stasiun transit di Jabodetabek dengan volume penumpang tertinggi.
Zona integrasi di luar stasiun juga dihadirkan untuk mempermudah penumpang berpindah ke moda lain, seperti TransJakarta dan transportasi online, dengan penanda arah dan area tunggu yang lebih tertata.
Transformasi besar lainnya terjadi pada Mei 2022 melalui tahap Switch Over (SO) 5, yaitu perubahan besar pada pola operasional KRL di Stasiun Manggarai.
Dalam SO 5, penataan ulang jalur dilakukan dengan menerapkan sistem transit di masing-masing lintas. Bekasi/Cikarang Line dilayani di jalur 3 dan 4, sementara Bogor Line beroperasi di jalur 11 dan 12. Untuk perjalanan menuju Jakarta Kota, KRL menggunakan jalur 10 dan 11.
Selain itu, Cikarang Line tidak lagi menuju Jakarta Kota, tapi langsung ke Angke atau Kampung Bandan melalui Manggarai dan Pasar Senen.
Perubahan tersebut, meskipun awalnya menyebabkan penumpukan penumpang dan penyesuaian besar bagi pengguna, bertujuan untuk menata perjalanan dan mendukung pengembangan Manggarai sebagai stasiun sentral yang lebih efisien di masa depan.
Data operasional Stasiun Manggarai menunjukkan peningkatan aktivitas yang konsisten. Jumlah perjalanan kereta yang dilayani di stasiun ini terus bertumbuh, dari 881 perjalanan pada 2015 menjadi 1.063 perjalanan per April 2025.
Frekuensi perjalanan kereta di Stasiun Manggarai juga sangat tinggi, dengan total 797 perjalanan setiap harinya. Jumlah tersebut terdiri dari 82 KA Jarak Jauh, 357 KA Bogor (BOO) – Jakarta Kota (JAKK), 286 KA Bekasi (BKS) – Tanah Abang (THB), serta 64 KA Bandara.
Peningkatan volume penumpang juga cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2015, jumlah penumpang tercatat sebanyak 5,7 juta, kemudian meningkat menjadi 7,55 juta pada 2019 sebelum pandemi.
Meski sempat anjlok menjadi 3,2 juta pada 2020 dan 2,6 juta pada 2021 akibat pandemi, angka ini kembali naik menjadi 4,45 juta pada 2022 dan 5,11 juta pada 2023 (termasuk 405 ribu penumpang KA Bandara).
Pada 2024, jumlah penumpang yang melakukan gate in mencapai 5,55 juta, sementara gate out sebanyak 5,29 juta.
Volume penumpang transit di Stasiun Manggarai juga menunjukkan tren yang terus meningkat. Pada 2023, jumlah penumpang transit tercatat hampir 52,25 juta orang. Angka ini naik 10,8 persen pada 2024, menjadi 57,67 juta penumpang transit dalam setahun. Rata-rata per hari, Stasiun Manggarai melayani sekitar 166.587 penumpang pada hari kerja.
Tercatat pada 1 Januari 2025 jumlah penumpang yang transit mencapai 211.132 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa Manggarai telah berkembang menjadi stasiun utama dan tersibuk sebagai titik transit dan perpindahan penumpang di Jabodetabek.
Sebagai optimalisasi untuk kapasitas angkut penumpang saat ini, KAI Commuter telah mengoperasikan 5 rangkaian Commuter Line baru CLI-125 sebanyak 5 rangkaian dengan lintas operasi 3 di lintas Bogor dan 2 di lintas Bekasi/Cikarang dan akan terus bertambah setelah mendapat sertifikasi dan melawati serangkaian uji dan test sesuai dengan peraturan dari Kementerian Perhubungan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.