Gresik (beritajatim.com) — Setelah insiden tragis yang menewaskan seorang santri akibat pukulan batu, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mustofa di Kecamatan Kedamean, Gresik, akhirnya memberikan klarifikasi terkait kejadian tersebut.
Perwakilan ponpes, Nur Yahya Hanafi, menjelaskan bahwa insiden di luar kendali ini berawal saat santri berinisial HMD (15) asal Wringinanom dan tujuh temannya keluar pondok tanpa izin. Saat itu, korban berinisial AKH (18), yang juga wakil kepala ruang Ponpes Al Mustofa, mengetahui tindakan para santri yang melanggar aturan tersebut.
Mengetahui ada santri yang keluar tanpa izin, pengurus ponpes, termasuk AKH dan pihak keamanan, berusaha mencari keberadaan HMD beserta rombongannya.
“Pengurus keamanan ponpes mencari santri yang keluar dari pondok menggunakan mobil untuk membawa pulang enam santri yang berhasil ditemukan,” ujar Nur Yahya Hanafi, Senin (4/11/2024).
Nur Yahya menjelaskan bahwa dari delapan santri yang keluar, empat di antaranya berhasil ditemukan lebih dulu, sementara HMD dan seorang santri lainnya belum ditemukan. Dalam kondisi marah, korban AKH memberikan hukuman berupa pemotongan rambut kepada empat santri yang telah ditemukan karena dianggap melanggar disiplin pondok.
Insiden berlanjut saat HMD dan seorang rekannya kembali ke pondok sekitar pukul 00.30 WIB. Melihat rekannya pulang dengan rambut dipotong tipis, HMD merasa tidak terima. Terbawa emosi, ia kemudian mengambil bata ringan di sekitar lokasi dan menghantamkannya ke kepala AKH yang sedang beristirahat.
Akibat pukulan tersebut, korban mengalami luka parah di kepala dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Anwar Medika Krian, Sidoarjo, kemudian dirujuk ke RSU Dr Soetomo Surabaya. Sayangnya, nyawa korban tidak dapat diselamatkan, dan ia dinyatakan meninggal dunia.
“Peristiwa ini sangat memilukan, mengingat hukuman hanya diberikan kepada santri yang melanggar aturan demi menjaga kedisiplinan pondok,” ungkap Nur Yahya.
Pasca kejadian ini, pihak pesantren menyatakan akan mengikuti proses hukum dan memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak.
“Kasus ini akan menjadi bahan evaluasi untuk pondok pesantren ke depannya, dan proses hukum akan tetap berjalan,” ujar Nur Yahya Hanafi, yang juga merupakan anggota DPRD Gresik. (ted)
