Sanksi Perusahaan Tidak Terapkan ESG, Pemerintah Hentikan Sementara 190 IUP

Sanksi Perusahaan Tidak Terapkan ESG, Pemerintah Hentikan Sementara 190 IUP

Jakarta (beritajatim.com) – Koordinator Perlindungan Lingkungan Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Horas Pasaribu menegaskan, pemerintah tidak akan lagi bersikap lembek terhadap perusahaan tambang yang tidak menerapkan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance), termasuk soal jaminan reklamasi.

Horas mengungkapkan, baru-baru ini ada 190 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dihentikan sementara kegiatan operasinya karena belum membayarkan jaminan reklamasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2025, penempatan jaminan reklamasi kini menjadi syarat utama dalam pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Jika belum memenuhi kewajiban tersebut, maka RKAB tidak akan disetujui.

“Kalau ESG baik tentu ga ada yang kena sanksi. Setiap IUP harus tempatkan jaminan reklamasi. Bukan untuk pemerintah, tapi akan kembali lagi ke perusahaan jika sudah terbukti laksanakan reklamasi sesuai dokumen yang telah disetujui,” kata Horas.

Menurutnya, kebijakan ini jauh lebih tegas dibandingkan aturan sebelumnya. Meski banyak pihak yang menentang, pemerintah disebut tidak akan gentar menegakkan ketentuan tersebut.

“Ini demi peningkatan penerapan ESG dan pada akhirnya untuk kepentingan negara kita siap hadapi. Itu untuk kepentingan NKRI,” tegas Horas.

Sementara itu, Direktur Health Safety Environment (HSE) PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (Harita Group) Tonny Gultom menyebut bahwa praktik teknik tambang yang baik menjadi dasar penerapan ESG. Ia menilai aturan pemerintah merupakan batas minimal yang harus dijalankan, dan ketiga aspek—lingkungan, sosial, dan tata kelola—harus berjalan secara beriringan.

“Dulu terbagi, lingkungan ada, K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ada, sosial ada. Kalau pembinaannya di minerba ada. Sosial ada pembinaan di pengusahaan. Hanya dulu terpilah satu per satu. ESG itu bagian dari itu, menyatukan, karena tidak bisa kita pisahkan. Tidak bisa kita pilah pilah lagi apalagi ada aturannya,” kata Tonny.

Ia menambahkan, tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan dan lingkungan tidak hanya untuk karyawan, tapi juga bagi masyarakat sekitar. Jika perusahaan abai terhadap kewajiban reklamasi, maka komitmen terhadap ESG menjadi tidak bermakna.

“Kalau jaminan reklamasinya tidak disetor bagaimana bisa beyond. Dulu banyak perusahaan mementingkan produksi, itu tidak bisa lagi seperti itu. Seperti RKAB itu kan produksi, tapi kalau dana reklamasi tidak ditempatkan, jaminan tidak ada bagaimana RKAB mau disetujui,” papar Tonny.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai Indonesia memiliki regulasi lingkungan yang tergolong ketat dibandingkan negara lain.

“Faktor ESG itu inherent dengan kegiatan pertambangan. Kita berbicara beyond compliance termasuk Harita Nickel yang sudah menunjukan beyond compliance untuk mencapai target melebihi yang ditetapkan pemerintah,” kata Hendra.

Ia menegaskan, penerapan ESG berpengaruh besar terhadap penerimaan masyarakat, reputasi perusahaan, hingga kemampuan dalam menarik pendanaan dan mitra bisnis.

“Apa yang sudah dilakukan Harita Nickel positif untuk bisa diikuti perusahaan lain. Mereka buktikan perusahaan nasional bisa wujudkan ESG seperti perusahaan multi nasional company,” ungkap Hendra. [hen/ian]