Salesforce Andalkan Agentic AI, Bantu Pebisnis RI Bangun Interaksi Pelanggan

Salesforce Andalkan Agentic AI, Bantu Pebisnis RI Bangun Interaksi Pelanggan

SAN FRANCISCO, Bisnis.com — Salesforce, raksasa perangkat lunak Customer Relationship Management (CRM) global, menempatkan kecerdasan buatan agentik (Agentic AI) sebagai kunci utama mengakselerasi transformasi digital dan mengatasi tantangan skala bisnis yang besar di pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia.

Agentic AI adalah bentuk kecerdasan buatan lanjutan yang mampu bertindak secara mandiri untuk mencapai tujuan tertentu dengan otonomi tinggi, termasuk menetapkan sasaran, membuat rencana, dan menyesuaikan tindakan tanpa intervensi manusia yang intensif. Tidak seperti AI tradisional yang hanya merespons perintah, Agentic AI berfungsi sebagai agen otonom yang mengoordinasikan tugas kompleks untuk hasil optimal.

Gavin Barfield, Chief Technology Officer (CTO) & Vice President Solutions Salesforce untuk kawasan ASEAN, mengatakan bahwa teknologi Agentic AI ini bukan sekadar tren, melainkan solusi untuk menangani kebutuhan basis konsumen yang masif di pasar yang besar seperti Indonesia dan Filipina.

“Di pasar seperti Indonesia, perusahaan telekomunikasi dan perbankan melayani hingga puluhan juta pelanggan. Tentu sulit untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang dipersonalisasi kepada basis 80-90 juta kustomer dan itu tidak efisien secara biaya jika hanya mengandalkan agen manusia,” ujar Barfield ketika ditemui Bisnis di ajang Dreamforce 2025 di San Francisco-AS, Rabu (15/10/2025).

Barfield menjelaskan kompleksitasnya terletak pada pencapaian skala bisnis dengan biaya yang efektif. Menurut dia, menangani puluhan juta touch point pelanggan hanya dengan tenaga manusia akan memakan biaya yang tidak terjangkau, terutama untuk layanan dengan margin tipis, seperti layanan top-up prabayar.

Dia mengilustrasikan betapa kritisnya situasi ini saat terjadi krisis. Dia mencontohkan pengalaman Meralco, perusahaan utilitas di Filipina, yang pernah dibanjiri 1 juta panggilan pelanggan di pusat kontak saat negara itu dilanda topan badai besar.

“Tidak ada cara bagi perusahaan manapun untuk menjawab [panggilan sebanyak itu]. Dengan AI agentik, potensinya adalah setiap panggilan dapat dijawab,” tegasnya.

Menurut Barfield, Indonesia memiliki kombinasi sempurna yang membuat adopsi Agentic AI sangat prospektif. Faktor utamanya , ujarnya, adalah populasi yang sangat besar, yang didukung oleh generasi konsumen yang melek digital (digitally savvy) dan cepat dalam mengadopsi kanal serta alat berbasis AI.

“AI agentik akan memacu adopsi digital yang masif karena menawarkan kemampuan unik untuk memberikan pengalaman pelanggan yang personal di tengah basis konsumen yang berjumlah puluhan hingga ratusan juta,” paparnya.

Tak hanya solusi untuk korporasi, Barfield menekankan bahwa AI agentik justru membuka peluang signifikan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Dia menganalogikannya dengan sebuah toko roti yang hanya dioperasikan oleh dua atau tiga orang.

“Mereka biasanya akan selalu berada di dapur, membuat kue. Namun, sebagian besar waktu mereka justru habis untuk menjawab pertanyaan pelanggan yang berulang,” katanya.

Karena itu, kata Barfield, dengan membangun agen layanan pelanggan sederhana yang dapat diintegrasikan dengan platform seperti WhatsApp, pelaku UKM dapat mengalihkan fungsi dan waktu untuk menjawab pertanyaan sederhana tentang harga, status pesanan, atau jadwal pengiriman kepada AI yang bekerja 24/7 tanpa lelah.

Barfield mengingatkan, adopsi AI kini telah menjadi masalah daya saing. “Jika Anda kehilangan bisnis karena toko di sebelah sudah memiliki agen [AI], dan mereka bisa melayani pada pukul tiga pagi, maka Anda akan kehilangan pelanggan,” tegasnya.