Sahkan Penambangan Pasir Laut, KIARA Nilai KKP Korbankan Nelayan dan Pulau Kecil

27 March 2024, 23:34

TEMPO.CO, Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menilai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan atau Kepmen KP Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut tak berwawasan lingkungan dan mengorbankan nelayan. “Peraturan pelaksanaan itu semakin melegitimasi penentuan lokasi, luasannya, serta volume pasir yang akan dikeruk tanpa mempertimbangkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam mengelola wilayah pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil,” kata Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, melalui keterangan tertulis dikutip Tempo, Rabu, 27 Maret 2024.Susan mengatakan, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil telah memiliki sejarah panjang tentang daya rusak yang dihasilkan dari pertambangan pasir laut di berbagai wilayah di Indonesia. Ia merinci seperti pertambangan pasir laut di Blok Spermonde, Sulawesi Selatan; pertambangan pasir laut di perairan Pulau Tunda; dan pertambangan pasir di perairan Lampung. “Dampaknya adalah menurunnya perekonomian mereka karena rusaknya ekosistem lingkungan laut, penurunan kualitas air laut yang akan berpengaruh terhadap kelangkaan sumber daya perikanan sebagai pangan lokal, abrasi pesisir, gelombang laut yang semakin tinggi, hingga berpotensi untuk menenggelamkan pulau-pulau kecil,” katanya.Sebab itu, ia meminta agar pemerintah mencabut PP No. 26 Tahun 2023 yang disinyalir sebagai akar permasalahan eksploitasi dan pengerukan pasir laut. Berdasarkan catatan KIARA, Kepmen KP 16/2024 mengalokasi potensi pengerukan sumber daya kelautan berupa pasir laut di tujuh wilayah perairan dengan total volume pasir laut yang akan dikeruk sebesar 7,406 miliar meter kubik. Lokasinya tersebar di Perairan Laut Kabupaten Demak 1,723 miliar meter kubik, Perairan Laut Kota Surabaya 399 juta, Perairan Laut Kabupaten Cirebon 621 juta, Perairan Laut Kabupaten Indramayu 1,101 miliar, Perairan Laut Kabupaten Karawang 580 juta, hingga Perairan Laut Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan 2,979 miliar.“Dengan volume pengerukan sebanyak ±7,4 miliar meter kubik, memperlihatkan orientasi KKP saat ini semakin jauh dari slogan ‘ekologi sebagai panglima’. Aktivitas pengerukan tersebut berpotensi menghancurkan kehidupan sosial, ekologis, ekonomi serta akan menghapuskan kebudayaan bahari masyarakat,” ujarnya.Iklan

Susan menilai, lahirnya PP 26/2023 yang dilanjutkan dengan peraturan pelaksanaan yaitu Permen KP 33/2023 serta Kepmen KP 16/2024 bertentangan dengna peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 sebagaimana yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), yang secara tegas menyebutkan bahwa  pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bertujuan untuk melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan. Bahkan UU PWP3K secara tegas menyebutkan bahwa setiap orang secara langsung dan tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir.“Peraturan pelaksanaan itu tak mempertimbangkan wilayah pesisir, perairan laut dan pulau-pulau kecil di Indonesia yang merupakan wilayah yang termasuk dalam kategori rentan dan sangat rentan serta merupakan daerah rawan bencana karena dilintasi oleh lempeng/sesar aktif, sehingga pengerukan pasir laut akan semakin meningkatkan bahaya dan kerentanan yang akan dialami oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya nelayan kecil atau tradisional,” katanya.Ia juga menilai pemerintah tak transparan serta tak melakukan kajian ilmiah dalam memilih tujuh lokasi  pengerukan pasir laut beserta potensi dan dampak yang akan terjadi jika pengerukan tersebut dilakukan. Sebagaimana yang terkandung dalam prinsip kehati-hatian (precautionary principle).“Tak ada transparansi tentang kajian ilmiah tentang jumlah kebutuhan pasir laut, peruntukan hasil pengerukan pasir laut, serta perusahaan-perusahaan yang telah mendapat konsesi serta sejarah perusahaan,” kata Susan. Pilihan Editor: SPAI Tuntut THR Ojol, Wamenaker Diklaim akan Panggil Aplikator

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi