Saat Saksi Sidang Djuyamto Izin Pulang ke Solo, Hakim: Titip Salam ke Pak Jokowi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Bendahara 1 Panitia Pengadaan Tanah dan Pembangunan Gedung MWC NU Kartasura, Suratno sempat meminta izin kepada majelis hakim apakah ia sudah boleh pulang ke Solo, Jawa Tengah.
Momen ini terjadi usai Suratno diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap majelis hakim yang memberikan vonis
onslag
atau vonis lepas untuk tiga korporasi crude palm oil (CPO).
“Terima kasih saudara saksi berdua, sudah boleh meninggalkan ruang sidang,” ujar Hakim Ketua Effendi saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025).
Saat itu, ada tiga orang saksi yang tengah diperiksa di dalam persidangan.
Mereka adalah Suratno, Istri Hakim nonaktif Djuyamto Raden Ajeng Temenggung Dyah Ayu Kusumawijaya, serta Panitera Utama PN Jakarta Selatan, Eddy Suwarno.
Atas arahan hakim, JPU lebih dahulu memeriksa Suratno dan Ayu karena keduanya berhubungan dengan terdakwa Djuyamto.
Sementara, saksi Eddy kesaksiannya dibutuhkan untuk perkara seluruh terdakwa, bukan hanya Djuyamto.
Usai dibolehkan pulang oleh Hakim Effendi, Suratno tiba-tiba bertanya untuk memastikan pernyataan hakim.
“Mohon izin, sudah boleh pulang ke Solo, Yang Mulia?” tanya Suratno kepada majelis hakim.
Mendengar pertanyaan dari Suratno, Hakim Effendi sontak bertanya, “(kereta) Bima jam berapa?”
Sambil tertawa kecil, Suratno mengatakan keretanya akan jalan sekitar pukul 19.00 WIB.
Berhubung waktu sudah sore di atas jam 16.30 WIB, hakim pun membolehkan Suratno untuk segera menuju stasiun.
Sebelum Suratno meninggalkan ruang sidang, Hakim Effendi sempat berkelakar dan menitip pesan untuk Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang juga berdomisili di Solo, Jawa Tengah.
“Hati-hati, selamat jalan ya pak ya. Salam buat Pak Jokowi,” kata Hakim Effendi.
“Siap, terima kasih yang mulia,” jawab Suratno sebelum bangkit berdiri dan meninggalkan ruang sidang.
Dalam persidangan hari ini, Suratno mengungkap kalau Djuyamto pernah memberikan uang senilai Rp 5,65 miliar untuk pembangunan gedung Kantor Terpadu Majelis Wilayah Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Uang ini diberikan dalam tiga kali penyerahan. Suratno mengaku dua kali menjemput uang ini ke Jakarta atas perintah Djuyamto.
Saat ini, uang pemberian Djuyamto sudah tercampur dengan dana yang dikumpulkan jemaah.
Uang ini juga sudah digunakan untuk membeli sejumlah lahan.
Tapi, sebagai pertanggungjawaban, MWC NU Kartasura mengaku akan menjual lahan ini. Kemudian, uang ini akan disetor ke negara.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dari kuasa hukum tiga korporasi sawit untuk menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
Pada akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap tiga korporasi tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Saat Saksi Sidang Djuyamto Izin Pulang ke Solo, Hakim: Titip Salam ke Pak Jokowi Nasional 17 September 2025
/data/photo/2025/09/17/68ca7d512551c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)