JAKARTA — Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni seharusnya bukan sekadar seremoni. Di tengah derasnya arus informasi digital, Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan nilai-nilai Pancasila harus menjadi panduan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
“Perayaan Hari Lahir Pancasila tidak boleh berhenti di upacara. Ini momen untuk merefleksikan kembali peran kita dalam menjaga persatuan, khususnya di ruang digital yang kini menjadi medan baru perjuangan nilai,” kata Bamsoet di Jakarta, Minggu 1 Juni.
Bamsoet menyoroti pesatnya pertumbuhan pengguna internet di Indonesia. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada 2024 tercatat lebih dari 215 juta pengguna internet, atau sekitar 78% populasi. Ini menjadikan dunia maya sebagai ruang utama interaksi sosial, sekaligus lahan subur pembentukan opini dan identitas.
Namun, Bamsoet mengingatkan bahwa kemajuan teknologi digital juga membawa tantangan serius. Polarisasi politik, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi kerap bermula dari media sosial. Data Kementerian Komunikasi dan Digital menunjukkan ribuan laporan konten negatif beredar setiap tahun, mencerminkan urgensi memperkuat nilai-nilai persatuan di ruang digital.
“Fenomena echo chamber dan algoritma media sosial membuat orang terjebak dalam pandangan sempit. Sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, menjadi kunci untuk mengatasi perpecahan ini,” ujarnya.
Bamsoet juga menyoroti ancaman disinformasi dari luar negeri yang berpotensi menggoyang stabilitas nasional. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dunia, Indonesia memiliki posisi strategis dalam geopolitik global. Ia menekankan bahwa menjaga identitas digital adalah bagian dari menjaga identitas kebangsaan.
“Meneguhkan semangat Pancasila adalah bentuk ketahanan nasional. Kesadaran kolektif bahwa identitas digital adalah bagian dari jati diri bangsa harus terus dibangun,” tegasnya.
Ia juga mengajak semua pihak, khususnya generasi muda, untuk aktif menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam aktivitas digital. Ia menekankan pentingnya literasi dan etika bermedia sebagai bagian dari nasionalisme era baru.
“Nasionalisme hari ini bukan lagi soal mengangkat senjata, melainkan menjaga ruang digital dari perpecahan dan merawat kebhinekaan,” lanjutnya.
Menurutnya, pengajaran Pancasila tak cukup lewat hafalan. Pendekatan kontekstual melalui film pendek, vlog edukatif, atau kampanye media sosial lebih efektif. Ia mengapresiasi komunitas-komunitas daerah yang mulai memproduksi konten berbahasa lokal sebagai upaya menjembatani identitas lokal dengan semangat kebangsaan.
“Itulah makna Bhinneka Tunggal Ika yang sesungguhnya, hidup dan hadir di dunia maya,” tutup Bamsoet.
