Surabaya (beritajatim.com) – Putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim PN Surabaya yang diketuai Erintuah Damanik terhadap Terdakwa Ronald Tannur dinilai sebagai sebuah putusan yang aneh dan janggal.
Hal itu diungkapkan Dr. Elfina Sahetapy, S.H., LL.M, Dosen Hukum Pidana dan juga Kriminologi dan Viktimologi Universitas Surabaya (Ubaya).
Elfina mengatakan, masyakat Indonesia saat ini sudah pintar. Meski tidak ada biground hukum, tapi sudah bisa berlogika bahwa dalam putusan majelis hakim pada Ronald Tannur ini ada kejanggalan.
“ Terkait pertimbangan putusan hakim yang mengatakan bahwa korban meninggal karena alkohol misalnya, apakah alkohol bisa membuat luka sementara visumnya ada luka. Itu tentunya membuat masyarakat bertanya-tanya. Ini majelis hakim ada apa?,” ujar Elfina.
“ Kenapa semua bukti matreil seperti visum dengan adanya luka dan juga CCTV yang tidak adanya rekayasa tidak dihiraukan majelis hakim. Ini ada apa?,” lanjut Elfina.
Elfina mengatakan, kalau majelis hakim bijak mestinya harus melihat bukti-bukti fakta yang ada dan juga dari rangkaian peristiwa serta bukti matreiil yang ada mestinya sudah terjadi tindak pidana pembunuhan sesuai dakwaan Jaksa.
Elfina juga menyoroti pertimbangan hakim yang mengatakan tidak adanya saksi yang melihat terjadinya penganiayaan terhadap korban hingga korban meninggal. Dalam peristiwa tindak pidana lanjut Elfina, seorang pelaku dalam melakukan tindak pidana tidak melakukan perbuatannya didepan umum, pasti mencari tempat yang tidak ada orangnya, insting manusia supaya tidak diketahui orang lain bahwa dia pelaku pasti akan melakukan itu.
“ Kalau memang tidak ada saksi yang melihat kan masih ada bukti yang lain yaitu bukti visum, bukti CCTV. Kalau tidak ada saksipun, tidak ada masalah. Masih ada bukti yang lain yang mendukung,” ujarnya.
Elfina menambahkan, dalam rangkaian sebuah peristiwa tindak pidana yang dilakukan Ronald Tannur terhadap korban Dini Sera Afrianti maka perlu dilihat adanya fakta-fakta yang seperti ada saksi yang melihat seperti mereka cek cok, bertengkar, dan sebelumnya juga sudah ada kekerasan yang terjadi. Nah, apakah saksi dari teman-temannya ini sudah diwawancara, bagaimana hubungan mereka selama ini, apakah hubungan mereka sehat atau hubungan gelap yang tidak semua orang boleh mengetahui.
“ Artinya kalau dari sisi krimonologi seseorang tidak mungkin tiba-tiba marah tanpa ada sebab, kecuali dia ada gangguan jiwa. Pasti ada faktor penyebab sebelumnya,” ujarnya.
Elfina juga merasa aneh dengan pertimbangan hakim yang mengatakan bahwa adanya upaya Terdakwa untuk membawa korban ke rumah sakit sebagai itikad baik dari Terdakwa sehingga menggugurkan perbuatan pidananya.
Menurut Elfina, apa yang dilakukan Ronald Tannur itu tidak bisa disebut sebagai itikad baik namun lebih pada Terdakwa dalam kondisi ketakutan sehingga korban dibawa ke rumah sakit.
“ Kalau dia normal, terdakwa mengetahui bahwa Dini dalam keadaan bersandar. Saya memang tidak melihat rekontruksinya bagaimana, apakah dia langsung terlindas atau dia mundur kemudian maju lagi sampai dia terlindas itu juga perlu dilihat. Kalau dia dalam posisi dia jatuh kemudian dia melihat, nah itu kan ada kesengajaan untuk menghilangkan nyawa. Kalau hanya menganiaya tidak mungkin sampai melindas,” ujar Efina.
Untuk itu kata Elfina, Visum menjadi alat bukti yang sangat penting, sebab orang dipukul dengan orang dilindas pasti beda hasil visumnya. secara forensik tulang itu kalau dilindas pasti remuk.
“ Kenapa bukti yang memang sangat jelas, tapi kenapa diabaikan dan memutuskan bebas hanya karena terdakwa ini ada itikad baik mengantarkan ke rumah sakit,” ujarnya.
Elfina menambahkan dalam sebuah perbuatan pidana misalnya dia habis menganiaya, dia habis memperkosa, kemudian membawa ke rumah sakit apakah kemudian dalam hukum pidana bisa menghapus perbuatan pidananya, kan tidak bisa seperti itu.
“ Bahkan untuk konteks hal yang meringankan saja tidak bisa karena akibatnya sudah terjadi, korban sudah menderita, bahkan punya potensi nyawa korban dirampas. Apakah itu bisa menjadi penghapus? Buat saya kok aneh putusan ini, dan sangat menyayangkan,” ujarnya.
Terkait pertimbangan majelis hakim bahwa korban meninggal karena alkohol, menurut Elfina ini Jaksa perlu melalukan visum lagi untuk bukti kasasi. Ini menjadi penting karena Jaksa perlu membuktikan seberapa banyak kandungan alkohol yang dikonsumsi korban sampai bisa menyebabkan korban mabuk atau setengah mabuk sampai dia bisa meninggal dunia.
“ Kecuali misalkan minum biasa atau minum tidak banyak tapi dicampur obat. Nah itu bisa dibuktikan Jaksa
bahwa kadar alkohol yang diminum sekian sehingga tidak bisa menyebabkan meninggal,” ujarnya.
Nah dari sekian bukti yang ada kata Elfina, kalau dalam hukum pidana disebut kausalitas ini untuk menentukan hubungan objektif antara perbuatan manusia dengan akibat yang tidak dikehendaki undang-undang guna menentukan pertanggungjawaban pidana.
“ Jadi harus disharing, dari sekian banyak penyebab seperti menampar, memukul kemudian dilindas ataukah karena alkohol. Nah dari sekian banyak tersebut, mana yang paling memungkinkan menjadi penyebab kematian,” ujarnya. [uci/ted]
