Bisnis.com, JAKARTA — Kerugian akibat penipuan digital atau scam di Indonesia menembus Rp8 triliun dalam setahun. CSIS menilai Indonesia masih belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas penipuan digital.
Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat scam. Berdasarkan data Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), sepanjang 22 November 2024 hingga 21 November 2025 tercatat 360.541 laporan diterima, 112.680 rekening diblokir, Rp387,8 miliar dana dibekukan, dan kerugian publik mencapai Rp8 triliun.
Deputi Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Medelina K. Hendytio menilai Indonesia sebenarnya telah memiliki hampir seluruh instrumen untuk menangani kasus scam. Namun, menurutnya masih terdapat sejumlah catatan penting untuk perbaikan.
“Kerangka kebijakan Indonesia sudah cukup lengkap, tetapi belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas penipuan digital,” ujarnya dalam seminar Penguatan Perlindungan Konsumen melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang diselenggarakan Indonesia Fintech Society (IFSoc) pada Senin (1/12/2025).
Salah satu isu yang mencuat dalam seminar tersebut adalah belum direvisinya Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999, meski sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Revisi ini dinilai sangat penting untuk memberikan payung hukum yang lebih relevan bagi perlindungan konsumen di ruang digital.
Perubahan teknologi yang sangat cepat turut menuntut pembaruan regulasi. UU yang berlaku saat ini dinilai tidak lagi mengikuti perkembangan era digital sehingga penanganan scam menjadi kurang optimal.
Dalam sesi diskusi, sejumlah narasumber termasuk Medelina mengaku pernah menjadi korban scam. Dia menceritakan bahwa mendapatkan bantuan dari pihak berwenang tidaklah mudah. Menurutnya, proses akan jauh lebih efektif jika masyarakat tahu cara meminta pertolongan, sementara aparat dapat memproses pengaduan dengan sigap.
Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O. Baasir juga mengungkapkan keluhan serupa.
“Kita ini dihadapi dengan aturan yang muter terus ya kan. Kami berharap ke depannya antara operator dengan IASC bisa langsung, regulatornya bisa lakukan pendekatan sebagai regulator secara terus menerus, dan harus melihat apa sih yang terjadi dalam kejahatan,” ujarnya.
Sebagai informasi, IASC mencatat ada sepuluh jenis scam dengan laporan tertinggi di Indonesia, meliputi penipuan transaksi belanja, fake call, penipuan investasi, penipuan kerja, penipuan media sosial, phishing, social engineering, pinjaman online fiktif, dan APK WhatsApp scam.
Untuk memperkuat pemberantasan scam, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) bersama IASC memiliki beberapa rencana ke depan, yaitu penguatan penegakan hukum, peningkatan sosialisasi masif dan kerja sama antarpemangku kepentingan, pengembangan sistem IASC, serta penguatan anggota IASC. (Nur Amalina)
