Jakarta: Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyidin Djunaidi, mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto membuka pendaftaran resmi bagi masyarakat yang ingin berjihad ke Palestina. Usulan ini disampaikan di tengah pidatonya yang mengangkat isu solidaritas umat Islam terhadap penderitaan rakyat Palestina akibat konflik berkepanjangan di Jalur Gaza.
“Kita meminta kepada pemerintahan yang baru, seorang jenderal, jangan kalah oleh presiden sipil. Saya usul, daftarkan secara resmi umat Islam yang siap berjihad di Palestina. Siap berangkat?” ujar Muhyidin dalam gelaran Reuni 212 di Monas, Jakarta Pusat, Senin 2 Desember 2024.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 44.000 warga Gaza telah tewas akibat serangan Israel sejak Oktober tahun lalu, dengan lebih dari 100.000 orang terluka. Muhyidin menilai aksi jihad dapat memberikan dampak besar dibandingkan sekadar bantuan materi.
Baca juga: Presiden Mesir: Hidupkan Kembali Solusi Dua Negara Palestina-Israel
“Tidak ada artinya Rp2 miliar kalau sudah sampai di Gaza, 100 ribu dibunuh. Kita harus menunjukkan dukungan nyata,” katanya.
Muhyidin mengingatkan Presiden Prabowo, seorang jenderal berlatar belakang militer, untuk menunjukkan keberanian dan ketegasan dalam mendukung Palestina. Pernyataan ini dinilai sebagai tekanan politik dari kelompok Reuni 212 yang memiliki sejarah panjang dalam mengadvokasi isu-isu Islam di Indonesia.
Dinamika Reuni 212: Isu Agama dan Politik
Reuni 212, yang pertama kali digelar pada Desember 2016, kini telah berkembang menjadi momentum politik dan keagamaan yang kuat. Dalam gelarannya, aksi ini tidak hanya membahas isu dalam negeri, tetapi juga solidaritas internasional, seperti pembelaan terhadap Palestina.
Namun, usulan jihad ini menuai perhatian luas, mengingat dampaknya yang tidak hanya menyentuh ranah domestik tetapi juga hubungan internasional Indonesia. Pemerintah belum memberikan tanggapan resmi atas seruan ini, sementara wacana tersebut telah memicu perdebatan di tengah masyarakat.
Langkah untuk membuka pendaftaran jihad dinilai membutuhkan kajian serius terkait aspek hukum internasional, keamanan nasional, dan hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara lain. Apakah Presiden Prabowo akan merespons usulan ini, atau memilih langkah lain untuk menunjukkan dukungan kepada Palestina? Waktu yang akan menjawab.
Jakarta: Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyidin Djunaidi, mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto membuka pendaftaran resmi bagi masyarakat yang ingin berjihad ke Palestina. Usulan ini disampaikan di tengah pidatonya yang mengangkat isu solidaritas umat Islam terhadap penderitaan rakyat Palestina akibat konflik berkepanjangan di Jalur Gaza.
“Kita meminta kepada pemerintahan yang baru, seorang jenderal, jangan kalah oleh presiden sipil. Saya usul, daftarkan secara resmi umat Islam yang siap berjihad di Palestina. Siap berangkat?” ujar Muhyidin dalam gelaran Reuni 212 di Monas, Jakarta Pusat, Senin 2 Desember 2024.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 44.000 warga Gaza telah tewas akibat serangan Israel sejak Oktober tahun lalu, dengan lebih dari 100.000 orang terluka. Muhyidin menilai aksi jihad dapat memberikan dampak besar dibandingkan sekadar bantuan materi.
Baca juga: Presiden Mesir: Hidupkan Kembali Solusi Dua Negara Palestina-Israel
“Tidak ada artinya Rp2 miliar kalau sudah sampai di Gaza, 100 ribu dibunuh. Kita harus menunjukkan dukungan nyata,” katanya.
Muhyidin mengingatkan Presiden Prabowo, seorang jenderal berlatar belakang militer, untuk menunjukkan keberanian dan ketegasan dalam mendukung Palestina. Pernyataan ini dinilai sebagai tekanan politik dari kelompok Reuni 212 yang memiliki sejarah panjang dalam mengadvokasi isu-isu Islam di Indonesia.
Dinamika Reuni 212: Isu Agama dan Politik
Reuni 212, yang pertama kali digelar pada Desember 2016, kini telah berkembang menjadi momentum politik dan keagamaan yang kuat. Dalam gelarannya, aksi ini tidak hanya membahas isu dalam negeri, tetapi juga solidaritas internasional, seperti pembelaan terhadap Palestina.
Namun, usulan jihad ini menuai perhatian luas, mengingat dampaknya yang tidak hanya menyentuh ranah domestik tetapi juga hubungan internasional Indonesia. Pemerintah belum memberikan tanggapan resmi atas seruan ini, sementara wacana tersebut telah memicu perdebatan di tengah masyarakat.
Langkah untuk membuka pendaftaran jihad dinilai membutuhkan kajian serius terkait aspek hukum internasional, keamanan nasional, dan hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara lain. Apakah Presiden Prabowo akan merespons usulan ini, atau memilih langkah lain untuk menunjukkan dukungan kepada Palestina? Waktu yang akan menjawab.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DHI)