Jakarta –
Kabar anggur shine muscat di Thailand mengandung kontaminasi sekitar 50 zat kimia berbahaya menjadi sorotan. Tidak sedikit yang meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI turut mengambil langkah strategis untuk mengawasi peredaran buah tersebut.
“Di toko buah dan swalayan banyak yang menjual anggur jenis ini, tolong BPOM ikut turun tangan jangan diam saja,” tulis komentar warganet terkait peredaran anggur muscat.
“Indo gimana nih BPOM?” tulis lainnya.
Mengenai hal tersebut, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengatakan pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah residu dari anggur tersebut juga ditemukan di pasar Indonesia.
Hingga saat ini, Taruna mengatakan belum ada temuan atau laporan terkait temuan residu pestisida pada anggur shine muscat di pasar Indonesia.
“Tetapi kita akan berkoordinasi secara ketat badan karantina di departemen pertanian karena kan masuknya ke negara kita lewat situ. Sekaligus Badan POM akan menjalankan tahapan berikutnya yaitu melakukan sampling ke beberapa toko-toko atau pasar yang bisa berdampak kepada masyarakat,” kata Taruna ketika ditemui awak media di Gedung DRR-RI, Selasa (29/10/2024).
Taruna menjelaskan jenis residu pestisida bisa bermacam-macam. Apabila dikonsumsi masyarakat, dapat meningkatkan risiko kanker, kerusakan hati, hingga penyakit lainnya.
“Bisa menyebabkan kanker, kerusakan hati, bisa berbagai macam penyakit tambahan dan itu tentu akan menjadi concern kami. Kami setelah dari ini akan bertindak. Mulai hari ini akan berkoordinasi dengan kementerian terkait,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan Thai Pesticide Alert Network (Thai-PAN) mengeluarkan peringatan mengenai kontaminasi anggur ‘Shine Muscat’ setelah menemukan bahwa sebagian besar sampel yang dikumpulkan diyakini mengandung residu kimia berbahaya yang melebihi tingkat maksimum yang diizinkan.
Tes laboratorium menemukan residu dari 14 bahan kimia berbahaya pada konsentrasi di atas batas keamanan 0,01 mg/kg. Secara total, tes tersebut juga mendeteksi 50 residu kimia, 22 di antaranya tidak diatur di bawah hukum Thailand saat ini, seperti triasulfuron, cyflumetofen, tetraconazole dan fludioxonil.
(avk/up)