Rempang, Gas Air Mata dan Cerita Konflik Agraria yang Terulang Kembali

12 September 2023, 14:09

Jakarta, CNN Indonesia — Pengembangan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam menuai konflik antara aparat gabungan TNI-Polri dengan warga.
Warga yang menolak pemasangan patok sebagai langkah relokasi terlibat bentrok pada Kamis (7/9). Polisi berusaha menerobos barikade warga dengan membawa water canon dan gas air mata untuk membubarkan massa. Sementara massa melawan dengan melempari aparat menggunakan batu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Anak-anak turut terkena gas air mata dalam peristiwa tersebut. Lokasi keributan dekat dengan lingkungan sekolah.
Sebanyak tujuh warga ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, pihak kepolisian menangguhkan mereka dengan jaminan tak akan melakukan aksi penolakan upaya relokasi warga imbas PSN Rempang Eco-City.
Perlawanan berlanjut. Bentrok kembali terjadi dalam unjuk rasa warga di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (11/9).
Polda Kepulauan Riau telah menangkap 43 orang peserta aksi yang diduga bertindak kriminal serta melawan petugas.
Konflik agraria imbas PSN melonjak
Pecahnya konflik agraria akibat pembangunan PSN bukan pertama kali terjadi.
Berdasarkan Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada 2021, terdapat 35 letusan konflik agraria yang disebabkan oleh pembangunan PSN. Angka ini mengalami kenaikan drastis 100 persen dibanding tahun2020, yakni 17 proyek.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan PSN yang menyasar lokasi-lokasi terbaik untuk diberikan pada kelompok investor terbukti meningkatkan eskalasi konflik agraria di banyak tempat.
Menurut Dewi, kasus Rempang ini semakin menguatkan orientasi ekonomi-politik agraria pemerintah yang menguatkan kepentingan elite bisnis menggunakan label PSN dan memaksa warga keluar dari wilayah hidupnya.

Dewi menyebut kasus Rempang merupakan imbas dari konflik agraria yang sejak Orde Baru atau ketika pemerintah memberikan otonomi khusus kepada badan otorita Batam yang sekarang menjadi BP tidak kunjung diselesaikan.
“Di posisi sekarang, pemerintah abai pada masalah struktural yang terjadi di Rempang itu. Seolah-olah bahwa masyarakat tidak punya legalitas dan hanya BP Batam yang punya legalitas dengan mengantongi HPL (Hak Pengelolaan). Tapi kalau ditarik ke belakang, dia sekarang itu menjadi HPL itu kan ada urutan-urutannya, yang itu tata caranya mengabaikan keberadaan masyarakat,” ujar Dewi kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/9).
Dewi juga menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait bentrokan yang terjadi di Rempang pada Kamis (7/9) bukan imbas dari upaya penggusuran, melainkan pengosongan lahan oleh pemegang hak.
Penggusuran sistematis
Dia menilai tata cara pemerintah menetapkan HPL acap kali mengabaikan keberadaan masyarakat. Dewi mengatakan pemaksaan yang terjadi pada proses pengadaan ataupun pengosongan tanah mestinya diartikan sebagai penggusuran.
“Ketika itu dilakukan secara paksa, maka Mahfud MD tidak bisa bilang itu bukan penggusuran. Kita enggak perlu lagi bersilat lidah di urusan istilah ya. Karena kalau dilakukan secara paksa, dengan mobilisasi aparat, ada warga yang akan terdampak dan belum bersepakat terhadap proses proses itu, maka itu adalah penggusuran secara sistematis,” ucap Dewi.
Selain itu, Dewi menilai PSN itu memastikan lokasi-lokasi terbaik atau premium untuk kebutuhan investasi skala besar.
Ia menyebut label PSN yang disematkan itu semakin mempercepat proses pengadaan lahan dan tata cara yang digunakan menjadi sangat represif dengan bantuan mobilisasi aparat TNI-Polri.

Dewi pun menilai pengembangan PSN di Rempang mesti dihentikan apapun alasannya. Sebab, hak warga atas tanah yang tengah dipertaruhkan. Ia juga menyebut kasus Rempang ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan legal karena terdapat hak warga yang belum dipulihkan.
Dewi mengatakan karena Rempang termasuk PSN, maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan memberikan pernyataan politik menghentikan proses pengembangan PSN ini.
“Ini harus disetop dulu karena sudah terbukti bahwa ini belum clear. Tidak ada yang disebut clear and clean sehingga boleh dikosongkan dengan cara-cara represif karena masih ada masyarakat,” kata Dewi.
“Itu memang hak konstitusional masyarakat yang belum dipulihkan sejak zaman orde baru, reformasi, sampai sekarang. Kalau ini diteruskan, konflik agraria, perampasan tanah, pelanggaran hak konstitusional itu akan semakin ternoda di masa pemerintahan Jokowi ini,” sambung Dewi.
Ia menilai pemerintah tak dapat bertindak gegabah memaksakan proses pengadaan tanah untuk kepentingan BP Batam semata.
Dewi juga mengatakan seharusnya Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menyetop kepolisian di daerah dan mendukung tata cara penyelesaian konflik agraria yang bersifat represif dan intimidatif.

Aparat gabungan TNI-Polri terlibat bentrok dengan warga Rempang. Gas air mata ditembakkan ke arah warga yang melakukan perlawanan. (Foto: Dok Polresta Barelang)

Investasi dan pengkhianatan konstitusi
Pengamat hukum tata negara Feri Amsari mengatakan langkah pemerintah jelas melanggar prinsip konstitusi bahwa ekonomi kita memperhatikan asas kekeluargaan dan memperhatikan prinsip kebersamaan.
Selain itu, kata Feri, investasi harus memperhatikan prinsip ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 33 ayat (1), (3), dan (4) Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Cara-cara investasi di Rempang jelas-jelas tidak memanusiakan manusia dalam pendekatan ekonomi. Itu jelas pengkhianatan terbuka terhadap konstitusi,” jelas Feri pada CNNIndonesia.com, Senin (11/9) malam.
Menurut Feri, investasi tanpa melindungi hak konstitusi rakyat merupakan kesalahan besar.
Oleh karenanya, Feri menilai proyek Rempang mestinya dihentikan dulu hingga hak rakyat yang dilindungi UUD, salah satu contohnya hak bertempat tinggal yang layak, terpenuhi.

Lebih lanjut, Feri turut menyingung salah satu poin Nawa Cita Jokowi yang berbunyi, “Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang tepercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim”
“Itu Nawa Cita 1 Jokowi. Jokowi terbukti ingkar janji,” kata dia.

Mantan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai aparat menggunakan kekuatan berlebihan di Rempang. CNN Indonesia/Safir Makki

Eks Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengecam tindakan kekerasan dan dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam upaya pengosongan lahan di Pulau Rempang.
Beka menilai polisi belum bisa menghadirkan wajah yang lebih humanis seperti komitmen yang disampaikan dalam berbagai peristiwa yang sebelumnya sempat menyita perhatian publik.
“Apalagi dampaknya selain beberapa orang terluka, gas air mata yang digunakan juga berdampak pada anak sekolah dan anak-anak. Polisi seperti tidak belajar dari peristiwa-peristiwa sebelumnya dan komitmen mereka sendiri untuk lebih humanis,” kata Beka saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Beka mengatakan seharusnya aparat hukum juga menggunakan pendekatan sosiologis dan budaya dalam menyelesaikan persoalan yang berdampak pada warga. Apalagi, kata dia, warga sudah tinggal selama puluhan tahun di tempat tersebut.
Selain itu, Beka menilai pemerintah wajib menggelar forum dialog setara dengan warga, sehingga diperoleh solusi yang disepakati kedua belah pihak.