Rapat Banggar Panas, DPRD Kota Probolinggo Kritik Tajam Anggaran Seremonial dan Pungutan ASN

Rapat Banggar Panas, DPRD Kota Probolinggo Kritik Tajam Anggaran Seremonial dan Pungutan ASN

Probolinggo (beritajatim.com) – Rapat Paripurna Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Probolinggo berlangsung panas dengan kritik tajam terhadap rancangan anggaran yang disusun Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sejumlah anggota dewan menilai banyak pos belanja tidak menyentuh kebutuhan rakyat dan terlalu fokus pada anggaran seremonial.

Isu pertama yang memicu sorotan adalah pungutan zakat profesi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Juru bicara Banggar, Mukhlas Kurniawan, menilai kebijakan tersebut perlu dievaluasi karena tidak semua ASN memenuhi syarat nisab. “Banyak ASN sudah mencabut pernyataan karena merasa keberatan. Ini jelas perlu ditinjau ulang,” tegas Mukhlas dalam forum rapat.

Selain itu, Banggar menyoroti belanja pegawai dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Mukhlas menekankan bahwa setiap rupiah anggaran wajib melalui persetujuan DPRD. “Setiap rupiah anggaran wajib melalui persetujuan DPRD, tidak boleh asal dicairkan,” tambahnya.

Sejumlah pos anggaran dinilai tidak relevan dengan kebutuhan prioritas. Dana sewa kendaraan senilai Rp2 miliar dan hibah instansi vertikal Rp350 juta dipersoalkan karena dianggap tidak mendesak. Banggar meminta pergeseran anggaran ke program yang lebih menyentuh masyarakat, seperti bantuan untuk pondok pesantren dan rumah ibadah.

Sorotan tajam juga tertuju pada pengadaan kendaraan roda tiga (Tossa) untuk RW senilai Rp6,7 miliar. “Jumlahnya fantastis, harus jelas manfaatnya agar tidak jadi proyek asal-asalan,” kata Mukhlas keras.

Banggar semakin keras mengkritik penurunan belanja modal dalam PPAS 2026 yang anjlok 31,5 persen dibandingkan realisasi 2024. Penurunan sekitar Rp34 miliar ini dinilai mengancam program prioritas Wali Kota.

Persoalan bansos turut dibahas. Dari 37.717 KK miskin kategori Desil 1–5, masih ada 19.347 KK yang belum tersentuh Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). “Ini fakta pahit yang harus segera dijawab Pemkot. Rakyat kecil butuh perhatian, bukan proyek mercusuar,” desak Mukhlas.

Banggar juga menekankan pentingnya percepatan digitalisasi pajak dan sinkronisasi program lintas pemerintahan untuk meningkatkan transparansi. Bahkan detail kecil seperti anggaran Rp70 juta untuk apeksi, Rp300 juta renovasi kampung seni, hingga Rp3,4 miliar tambahan honor narasumber DPRD dan konsumsi turut diungkap.

“Kesimpulannya jelas: stop belanja seremonial dan anggaran mubazir. APBD 2026 harus kembali pada kebutuhan nyata rakyat,” pungkas Mukhlas. [ada/beq]