Sumenep (beritajatim.com) – PT Wira Usaha Sumekar (WUS), salah satu BUMD Sumenep pada 2024 tidak lagi mampu menyetor dividen ke daerah. Alasannya karena pemasukan hanya cukup untuk biaya operasional perusahaan.
Bidang usaha yang dikelola PT WUS saat ini adalah SPBU. Ada tiga SPBU yang dikelola, yakni SPBU di Kecamatan Kota, Kecamatan Lenteng, dan di Legung Kecamatan Batang-batang. Masih ditambah pom mini khusus solar di Kecamatan Nonggunong Pulau Sepudi, dan di Desa Tamberu Kecamatan Batumarmar Pamekasan.
Karena dinilai tidak menguntungkan daerah, mulai muncul desakan dari sejumlah pihak untuk membubarkan PT WUS. Salah satunya dari Aliansi Penyelamat Masyarakat Sumenep (APMS). Mereka meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep membubarkan PT WUS yang dianggap tidak sehat dan hanya menjadi beban pemerintah.
Tidak hanya APMS. Sorotan tajam juga muncul dari para legislator yang mendesak Pemkab mengevaluasi BUMD yang tidak sehat. Ada tiga BUMD yang dianggap perlu dievaluasi, salah satunya PT WUS. Selain itu PT Sumekar dan PD Sumekar.
Menanggapi desakan pembubaran tersebut, Direktur Utama PT WUS, Zainul Ubbadi mengatakan bahwa itu bukanlah solusi yang bijak. Ia mengambil perumpamaan sebuah sepeda motor yang mogok karena kehabisan bensin.
“Masak sepeda motornya yang dibuang? Kan tidak. Harusnya penyelesaiannya ya dibelikan bensin agar bjsa jalan lagi,” ujar Obet, panggilan akrab Zainul Ubbadi, Jumat (09/05/2025).
Serupa dengan itu, lanjutnya, saat ini yang perlu dipikirkan adalah solusi agar PT WUS bisa kembali mendapatkan pemasukan yang cukup. Salah satunya adalah dengan kembali mengelola dana ‘participating interest’ kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas yang masih aktif berproduksi.
“Selama ini pemasukan terbesar kami dari dana PI perusahaan migas Medco Energi. Nah sekarang ini sudah tidak ada dana PI karena aktivitas pengeboran Medco semakin turun. Otomatis pemasukan kami ya hanya dari SPBU,” terangnya.
Untuk bisa kembali mengelola PI, PT WUS harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia nomor 37/2016, yang mensyaratkan pemerintah daerah wajib memenuhi paling sedikit memiliki saham 99 persen pada BUMD yang akan mengelola PI dan sisa kepemilikan sahamnya terafiliasi seluruhnya dengan pemerintah daerah.
Saat ini kepemilikan saham pemerintah daerah pada PT WUS sebesar 75,30 persen. Sedangkan saham lainnya dimiliki oleh PT MMI sebesar 24,20 persen, Perumda Sumekar sebesar 0,45 persen, dan Agus Suryawan sebesar 0,05 persen.
“Karena itu kami memerlukan penyertaan modal untuk pembelian saham pihak lain, agar nantinya saham yang dimiliki Pemkab sebesar 99,5 persen. Itu baru bisa memenuhi syarat untuk kembali mengelola PI,” paparnya.
Ia menjelaskan, penyertaan modal itu bukan dalam bentuk suntikan dana, tapi untuk pembelian saham pihak lain. Artinya PT WUS tidak menerima uang dalam penyertaan modal ini.
“Itu sebabnya kami mengajukan penyertaan modal. Tapi sampai saat ini Raperda penyertaan modal ini belum dibahas DPRD Sumenep. Padahal pengajuan menjadi pengelola PI ini berbatas waktu,” ujarnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat membenarkan bahwa Raperda tentang Penyertaan Modal untuk PT. WUS hingga saat ini belum dibahas lebih lanjut, karena masih ada sejumlah pertimbangan di luar aspek administratif.
“Kami tidak menginginkan Perda ini jadi produk hukum yang malah menimbulkan dampak hukum. Karena itu, kita kaji secara mendalam. Jangan sampai juga sudah kadung keluar modal, tapi pemasukan dari dana PI tetap tidak ada,” tukasnya. (tem/ted)
