Jakarta –
Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menyoroti salah satu dampak kurangnya ayah dalam pengasuhan anak atau fatherless. Sari menuturkan anak yang tumbuh dengan kondisi fatherless memiliki kecenderungan untuk enggan memiliki anak atau bahkan tidak ingin membina rumah tangga.
Hal tersebut didasari oleh rasa kecewa yang besar akibat tidak mendapatkan hubungan yang baik dengan sang ayah.
“Fatherless ini juga bisa berdampak pada kekecewaan anak yang besar. Kemudian ketakutan dan keengganan untuk membentuk keluarga atau memiliki anak,” kata Sari ketika dihubungi detikcom, Senin (16/12/2024).
“Di kehidupannya, karena dia mungkin juga merasa tidak tahu harus seperti apa saat menjadi orang tua dan dia menghindari tanggung jawab tersebut dengan memilih untuk tidak memiliki anak, itu bisa jadi salah satu faktor risiko ya,” sambungnya.
Sari berpendapat peran pengasuhan anak antara ibu dan ayah sama pentingnya. Ketika ayah hanya fokus dengan pekerjaan dan tidak terlibat saat mengasuh anak, hal ini membuat komunikasi yang baik antara ayah dan anak terputus sehingga memperburuk hubungan secara emosional.
Hal ini juga perlu diperhatikan karena jangan sampai hubungan antara ayah dan anak yang terjadi hanya bersifat transaksional.
“Misalnya ayah cuma kerja pulang kerja pulang, tanpa ada komunikasi yang baik, tanpa ada keterbukaan, anak jadi melihatnya ayah ini sebagai sosok yang harus dihargai atau dihormati dalam rangka transaksional, untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
“Anak juga sibuk mencari-cari posisinya seperti apa, perannya sebagai laki-laki apa, perannya sebagai perempuan apa, itu semuanya menjadi sebuah kebingungan,” tandas Sari.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode tahun 2021, hanya sebanyak 37,17 persen anak usia 0-5 tahun di Indonesia yang mendapatkan pengasuhan secara lengkap dari ibu dan ayahnya. Masih besarnya persepsi masyarakat terkait pengasuhan anak hanya menjadi tugas ibu, disebut menjadi salah satu faktor terbesar pemicu fatherless di Indonesia.
(avk/kna)