Bojonegoro (beritajatim.com) – Praktisi hukum Agus Susanto Rismanto mengingatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro serta pemerintah desa penerima Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Tahun Anggaran 2025 agar menjaga profesionalitas dan integritas dalam menjalankan program tersebut. Ia menegaskan, potensi penyimpangan masih terbuka jika pengawasan tidak dilakukan secara ketat.
Peringatan ini disampaikan Gus Ris, sapaan akrab Agus Susanto Rismanto, untuk mencegah terulangnya kasus korupsi yang sempat mencoreng pelaksanaan BKKD di tahun-tahun sebelumnya. Program BKKD 2025 sendiri bernilai sekitar Rp682 miliar dan melibatkan ratusan desa penerima manfaat.
“Banyak cara yang bisa digunakan untuk menyelewengkan program ini, salah satunya dengan mengarahkan desa agar berbelanja pada tempat yang sudah disiapkan,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, dalam ketentuan yang berlaku, tim pelaksana kegiatan (timlak) di tingkat desa seharusnya melakukan proses lelang penyedia barang dan jasa secara profesional, transparan, dan bebas intervensi dari pihak mana pun.
Lebih lanjut, Gus Ris mengaku menerima sejumlah informasi mengenai dugaan intervensi dari oknum pejabat Pemkab Bojonegoro terhadap pelaksanaan program tersebut. Dugaan itu mencakup permintaan agar pengelola program BKKD membeli material seperti aspal dan rigid beton kepada penyedia tertentu yang telah ditunjuk sebelumnya.
“Jika informasi itu benar, tentu sangat disayangkan. Pola meminta penerima bantuan untuk belanja di tempat yang sudah disediakan adalah pola lama korupsi. Dan itu seharusnya sudah tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono pada Selasa (11/11/2025) telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 700/2263/412.100/2025 sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam surat edaran tersebut, Bupati Setyo Wahono menegaskan tiga imbauan penting kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bojonegoro. Pertama, ASN dilarang melakukan atau menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan proses pengangkatan, mutasi, maupun promosi jabatan. Kedua, pegawai yang terlibat dalam proses pengadaan barang dan jasa tidak boleh menerima, meminta, atau memberikan gratifikasi kepada penyedia maupun calon penyedia. Ketiga, ASN dilarang menerima janji-janji yang berkaitan dengan jabatan dan tugas kedinasan.
Langkah tersebut diharapkan mampu memperkuat integritas birokrasi di Bojonegoro, sekaligus memastikan program BKKD benar-benar berjalan untuk kepentingan masyarakat desa, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. [lus/beq]
