Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Harian DPP Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Anan Wijaya mengatakan, Presiden Prabowo Subianto melibatkan aparat penegak hukum hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah kebocoran-kebocoran dalam pelaksanaan program makan bergizi gratis.
Menurut Anan, prioritas keterlibatan aparat penegak hukum di awal-awal dengan memberikan mitigasi dan pemahaman tata kelola anggaran kepada lembaga-lembaga terkait.
“Iya, memang sudah kewajiban dari aparat penegak hukum melakukan mitigasi, edukasi bagaimana tata kelola anggaran yang baik terkait dengan program makan bergizi ini,” ujar Anan dalam diskusi bertajuk “Kebijakan Ekonomi Indonesia di Era Prabowo” di Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2024).
Anan meminta Badan Gizi Nasional dan lembaga terkait sebagai pelaksana program makan bergizi gratis untuk membuat aturan teknis dan aturan pelaksanaan yang jelas dan rigit untuk meminimalisasi potensi korupsi dan kebocoran.
Menurut Anan, kebocoran perlu dicegah agar anggaran sebesar Rp 73 triliun bisa benar-benar dimanfaatkan untuk program makan bergizi gratis.
“Proses pengadaannya bisa melalui beberapa opsi, opsi yang pertama melalui lelang, opsi yang kedua tunjuk langsung, opsi yang ketiga ya dilakukan lewat e-katalog. Jadi usernya pelaksananya bisa dinas pendidikan atau dinas lain yang disepakati bersama oleh para stakeholders yang terlibat di program makan bergizi ini. Itu anggarannya cukup besar Rp 73 triliun,” jelas Anan.
Lebih lanjut Anan menegaskan, GRIB Jaya mendukung penuh program makan bergizi gratis. Pasalnya, program ini bisa mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu amanat konstitusi.
“Tujuannya untuk mencerdaskan siswa. Kemudian untuk menurunkan angka stunting, karena stunting kita masih cukup tinggi dan program ini juga harus benar-benar dikawal karena harus dibuatkan sebuah instrumen pengadaannya. Karena ini rawan kebocoran kalau tidak dikawal dengan baik,” tandas dia.
Menurut Anan, pemerintah Prabowo-Gibran juga perlu melibatkan sebanyak mungkin UMKM dalam program tersebut. Termasuk, kata dia, perlu berkolaborasi dengan pihak swasta untuk mengatasi masalah anggaran.
Dia menyebut. ruang fiskal Indonesia di APBN 2025 terbatas karena dari Rp 3.600 triliun APBN, sebanyak Rp 1.000 triliun digunakan untuk membayar utang pokok dan cicilan. Lalu, sisanya untuk membiayai kementerian dan lembaga serta transfer ke daerah, seperti dana perimbangan, DAU, DAK dan lain-lainnya.
“Ya betul, jadi dengan anggaran Rp 73 triliun itu akan mampu mengerahkan sektor UMKM di daerah. Artinya pelaku-pelaku usaha kecil dan menengah akan dilibatkan dalam program makan siang gratis tersebut, seperti itu,” pungkas Anan.