Jakarta, CNN Indonesia —
Sejumlah dinamika politik terjadi di tahun 2024 berkat dua gelaran besar, yaitu Pemilihan Presiden 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Pergeseran peta politik terjadi melibatkan nama-nama besar, seperti Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Megawati Soekarnoputri.
Catatan pertama adalah kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam satu putaran di Pilpres 2024. Pencapaian mereka melebihi prediksi sejumlah lembaga survei.
Beberapa lembaga survei memprediksi Prabowo-Gibran akan unggul, tetapi pilpres akan digelar dua putaran. Hal itu karena elektabilitas mereka belum solid di atas 50 persen.
Saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil, Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara. Perolehan itu setara 58 persen dari total suara sah.
Sementara itu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar berada di posisi kedua dengan perolehan 40.971.906 suara. Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD meraih 27.040.878 suara.
Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atas gugatan dua paslon. Namun, MK menyatakan Prabowo-Gibran tetap menang Pilpres 2024.
Prabowo-Gibran dilantik pada 20 Oktober 2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta. Prabowo menjadi Presiden kedelapan Republik Indonesia menggantikan Joko Widodo.
Jokowi dipecat PDIP
Pilpres 2024 menjadi puncak keretakan hubungan Jokowi dengan PDIP. Anak Jokowi, Gibran, mendampingi Prabowo sebagai calon wakil presiden. Padahal, PDIP kala itu sudah mendeklarasikan Ganjar-Mahfud.
Menantu Jokowi, Bobby Nasution, ikut mendukung Prabowo-Gibran. PDIP pun memecatnya. Bobby bergabung dengan Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo.
Setelah pilpres, Pilkada Serentak 2024 dimulai. Loyalis Jokowi membentuk Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dan bekerja sama di berbagai daerah.
Mereka bertarung melawan PDIP di sejumlah daerah strategis. Misalnya, di DKI Jakarta saat KIM Plus mengusung Ridwan Kamil dan Suswono. Mereka melawan jagoan PDIP Pramono Anung dan Rano Karno.
Di Jawa Tengah, KIM Plus memasang Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen. Mereka menghadapi Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi di wilayah yang dikenal dengan julukan kandang banteng.
KIM Plus juga memasang Bobby Nasution dan Surya di Sumatera Utara. Begitu pula di Banten dengan memasang Andra Soni-Dimyati.
Di Jatim, KIM Plus memasang Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak. Koalisi ini mengusung Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan di Pilgub Jabar.
KIM Plus menekuk PDIP di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Banten. PDIP hanya menang di DKI Jakarta.
Setelah pilkada, PDIP mengumumkan daftar kader yang dipecat. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Jokowi dan keluarga sudah bukan lagi bagian dari PDIP.
“Saya tegaskan kembali Bapak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi jadi bagian dari PDI Perjuangan,” kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan, Rabu (4/12).
Jokowi menanggapi santai pernyataan itu. Dia tak memastikan apakah akan bergabung dengan partai lain dalam waktu dekat.
“Ya berarti partainya perorangan,” ucap Jokowi saat dimintai tanggapan atas pernyataan Hasto, Kamis (5/12).
Pemecatan Jokowi diresmikan PDIP dalam SK Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024. PDIP mencantumkan sejumlah alasan pemecatan Jokowi, termasuk intervensi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Revisi UU Pilkada dan peringatan darurat
Menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, MK memutus perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024. Dua perkara itu berkenaan dengan syarat pencalonan kepala daerah.
Putusan nomor 60 menyatakan ambang batas pencalonan 20-25 persen bertentangan dengan konstitusi. MK mengubahnya menjadi 6,5-10 persen tergantung jumlah penduduk masing-masing daerah.
Sementara itu, putusan 70 menegaskan batas usia minimal calon kepala daerah ditentukan saat penetapan pasangan calon.
DPR langsung menggelar rapat revisi UU Pilkada 21 Agustus. Rapat digelar super kilat dan bertentangan dengan putusan MK.
Revisi UU Pilkada menetapkan batas usia paling rendah calon gubernur adalah 30 tahun dan batas usia calon wali kota/bupati adalah 25 tahun ketika resmi dilantik. DPR pun tetap memberlakukan ambang batas pencalonan 20-25 persen.
Masyarakat murka. Mereka mengaitkan langkah DPR itu dengan upaya pencalonan Kaesang Pangarep, anak Presiden Jokowi, di pilkada tahun ini. Kaesang mulai muncul di sejumlah survei, tapi usianya belum memenuhi syarat bila menggunakan putusan MK.
Sebagian pihak juga mengaitkan perubahan kilat aturan ini mirip Pilpres 2024. Kala itu, aturan pencalonan diubah via MK dan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, berhasil mencalonkan diri.
Kemarahan publik pun terwujud dalam gerakan “Peringatan Darurat” di internet. Lalu berlanjut ke aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen.
Mahasiswa, buruh, masyarakat sipil turun ke jalan menuntut keadilan. Tembok parlemen dikoyak. Massa aksi masuk ke wilayah parlemen.
Desakan kuat membuat DPR tunduk. DPR memutuskan tak membawa revisi itu ke tingkat paripurna untuk pengesahan. Pilkada Serentak 2024 digelar merujuk dua putusan MK.
Baca selanjutnya di halaman berikut>>
Serangkaian drama mewarnai Pilgub DKI Jakarta 2024 sejak masa pencalonan. Mulanya, petahana Anies Baswedan yang baru beres ikut pilpres ingin mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta lagi.
Dia menjadi kandidat terkuat di sejumlah survei. Elektabilitas Anies mengungguli mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hingga mantan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Anies juga sudah mengantongi dukungan dari PKB, PKS, dan NasDem. Namun, tiga partai itu tak mencapai titik temu saat membahas siapa calon wakil gubernur.
Di tengah perjalanan, Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang baru menang pilpres membuat sejumlah manuver. Mereka menarik RK ke Jakarta. Padahal, RK hampir pasti menang di Pilgub Jabar menurut survei-survei.
Partai-partai pendukung Prabowo itu juga membentuk KIM Plus. Mereka menarik sejumlah partai di kubu Anies untuk bergabung. Hasilnya, PKS, PKB, dan NasDem merapat dengan ganjaran kursi di kabinet baru.
Asa Anies untuk maju di Pilgub DKI Jakarta 2024 masih menyala saat MK mengubah syarat pencalonan kepala daerah. Anies bisa maju bila direstui PDIP.
Meski begitu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri membuat keputusan mengejutkan. Dia mencalonkan dua kadernya, Pramono Anung dan Rano Karno. Anies gagal nyalon.
Pilgub DKI Jakarta 2024 pun diikuti tiga peserta. Ridwan Kamil dan Suswono didukung gerbong KIM Plus, Pramono-Rano didukung PDIP, serta Dharma Pongrekun dan Kun Wardana yang maju dari jalur perseorangan.
RK-Suswono memulai dengan elektabilitas tinggi. Sementara itu, Pramono-Rano berstatus sebagai kuda hitam dengan popularitas dan elektabilitas masih jauh tertinggal. Sementara itu, Dharma-Kun menghiasi persaingan dengan elektabilitas yang merangkak dikit demi sedikit.
Di awal tahapan, sejumlah lembaga survei memprediksi RK-Suswono bisa menang satu putaran. Namun, hasil resmi KPU DKI Jakarta menunjukkan Pramono-Rano menang dengan 50,07 persen suara. Sang kuda hitam menang satu putaran.
RK-Suswono sempat berencana menyeret hasil itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, mereka tak kunjung mendaftarkan gugatan hingga batas waktu Rabu (11/12) pukul 23.59 WIB.
Tren cawe-cawe
Istilah cawe-cawe berubah menjadi tren politik di tahun 2024. Istilah ini pertama kali didengungkan oleh Presiden Jokowi saat bertemu para pimpinan redaksi media massa di Istana Kepresidenan Jakarta, 29 Mei 2023.
Saat itu, menjelang Pemilu Serentak 2024, Jokowi mengatakan dirinya harus ikut campur tangan. Namun, ia memberi penekanan cawe-cawe dilakukan demi kepentingan nasional, bukan sekadar urusan capres-cawapres.
Meski begitu, beberapa bulan kemudian anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Singkat cerita, Prabowo-Gibran menang Pilpres 2024.
Tren cawe-cawe tak berhenti di pilpres. Saat pilkada bergulir, praktik cawe-cawe juga dilakukan Prabowo yang sudah berstatus presiden.
[Gambas:Photo CNN]
Dia memberi dukungan, baik berupa surat hingga pernyataan via video, ke beberapa calon kepala daerah. Misalnya, video dukungan untuk pemenangan Andra Soni-Dimyati di Pilgub Banten dan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen di Pilgub Jateng.
Prabowo juga menulis surat untuk warga Jakarta memilih Ridwan Kamil dan Suswono di Pilgub DKI Jakarta 2024.
Meski begitu, istana menampik Prabowo melanggar aturan dalam dukungan tersebut. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyebut Prabowo memberi dukungan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.
“Tidak ada aturan yang melarang Pak Prabowo meng-endorse calon. Pak Prabowo adalah ketua umum partai,” ucap Hasan melalui keterangan tertulis, Minggu (10/11).
Catatan kritis
Pengamat politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengkritisi sejumlah dinamika politik di tahun 2024. Pertama, soal cawe-cawe yang terus dinormalisasi oleh para elite.
Jamiluddin mengatakan netralitas penyepenggara negara menjadi kunci demokrasi berjalan baik. Namun, praktik cawe-cawe mulai dibiasakan sejak Jokowi menjabat sebagai presiden.
“Idealnya kan netralitas dijaga, ini cenderung kurang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, termasuk elite-elite tertentu, seperti Pak Jokowi yang cenderung cawe-cawe. Itu yang saya melihat gejala umum menurunnya demokrasi di Tanah Air,” kata Jamiluddin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/12).
Catatan lainnya dari Jamiluddin adalah para elite politik yang memaksakan kehendak lewat revisi UU Pilkada. Menurutnya, momen tengah tahun ini menampar para elite politik agar lebih mendengar aspirasi rakyat.
“Jadi satu pelajaran bagi elite politik kalau mereka terus bermain-main dengan keinginan-keinginan elite tanpa mengakomodir harapan-harapan rakyat, bisa lama-kelamaan akan terjungkal dengan sendirinya,” ujarnya.
Terpisah, pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menyoroti blokade politik yang dilakukan lewat Koalisi Indonesia Maju (KIM). Menurutnya, hal ini bisa berdampak buruk bagi politik Indonesia.
Meski begitu, Indonesia masih diberkati oleh dua hal. Pertama, putusan progresif Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah sehingga blokade masih bisa dilawan.
“Nah tentu ini juga akan menjadi bagian dari cacat demokrasi kita dan harus diperbaiki ke depan,” ujar Asrinaldi.
Dia berkata Indonesia juga terberkati dengan gerakan masyarakat sipil saat DPR tiba-tiba merevisi UU Pilkada. Gerakan itu bisa membatalkan praktik legislasi yang sewenang-wenang.
Menurut Asrinaldi, gerakan semacam ini harus lebih terkonsolidasi. Dengan demikian, rakyat punya tumpuan untuk mengawal proses politik ke depannya.
“Untuk demokrasi, keberadaan masyarakat sipil itu penting dan itu harus dikonsolidasikan dan penting untuk diikutkan dalam proses demokrasi kita,” ucapnya.