Surabaya (beritajatim.com) – Raden Ngabehi Ronggowarsito, pujangga terakhir Kraton Surakarta, adalah sosok yang namanya tetap abadi dalam sejarah budaya Jawa. Lahir di Yosodipuro, Surakarta, dengan nama kecil Bagus Burhan, ia dihormati oleh raja-raja Jawa atas ketajaman intuisi dan analisis sosialnya.
Melalui karya-karyanya, Ronggowarsito meramalkan datangnya “zaman edan,” sebuah periode penuh kekacauan yang hingga kini menjadi refleksi sosial.
Makamnya yang terletak di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, menjadi tempat ziarah yang tak lekang oleh waktu.
Bung Karno, Presiden pertama Indonesia, bahkan berziarah ke makam ini pada tahun 1955 dan meresmikan bangunan cungkup makam Ronggowarsito yang berdiri megah.
Bung Karno menganggap filosofi Ronggowarsito sebagai salah satu rujukan dalam memahami dinamika sosial bangsa.
Zaman Edan dalam Serat Kalatidha
Salah satu kutipan Ronggowarsito yang terkenal dalam Serat Kalatidha menyebutkan: “Berada pada zaman gila, serba salah dalam bertindak. Ikut-ikutan gila tidak akan tahan, tetapi kalau tidak mengikuti arus, tidak kebagian, (lalu) jatuh miskin pada akhirnya. Tetapi Allah Mahaadil. Sebahagia-bahagianya orang yang lalai, akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.” Kutipan ini terus relevan dan menjadi bahan refleksi, termasuk dalam konteks politik masa kini.
Zaman Edan dan Perjuangan PDIP
Menjelang peringatan HUT ke-52 PDIP, Wakil Sekretaris DPC PDIP Surabaya Achmad Hidayat mengaitkan konsep zaman edan dengan tantangan yang dihadapi partainya.
“Karena vokal menyuarakan kepentingan rakyat, maka salahnya dicari-cari, yang kecil dibesarkan, dan yang besar ditutup-tutupi,” ujar Achmad, merujuk pada tekanan yang dihadapi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Achmad menegaskan bahwa kondisi ini, jika dibiarkan, akan menggerus semangat gotong-royong dan memicu prahara sosial di tengah masyarakat.
“Saya yakin dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena garis perjuangan partai selaras dengan kepentingan rakyat, maka kebenaran sejati akan menang,” tegasnya.
Achmad juga mendoakan agar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Sekjen Hasto, dan seluruh kader partai tetap teguh memperjuangkan kepentingan wong cilik. Semangat gotong-royong yang diwarisi dari Bung Karno menjadi pilar utama dalam menghadapi tantangan zaman.
“Jika perjuangan partai tetap berada di garis rakyat, maka semangat Ronggowarsito dan Bung Karno akan terus hidup, memberikan harapan pada rakyat Indonesia untuk melampaui zaman edan ini,” tutup Achmad.
“Dengan refleksi sejarah dan perjuangan yang terus bergulir, makam Ronggowarsito di Klaten tidak hanya menjadi saksi bisu masa lalu, tetapi juga inspirasi bagi masa depan perjuangan bangsa,” pungkas Achmad.[asg/but]
