Surabaya (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengeksekusi sebuah rumah mewah di kawasan Central Park Ketintang, Surabaya, Kamis (13/11/2025) pagi. Objek eksekusi tersebut ternyata milik seorang perwira menengah Polda Jawa Timur, AKBP Hendro Gunawan, yang menjabat sebagai Kasubdit di Ditreskoba Polda Jatim.
Eksekusi dilakukan berdasarkan permohonan pemohon melalui kuasa hukumnya, Judha Sasmita. Prosesnya berlangsung di bawah pengamanan ketat ratusan personel gabungan dari Polda Jatim, Polrestabes Surabaya, dan Polsek Gayungan untuk memastikan situasi tetap kondusif.
Kuasa hukum pemohon, Judha Sasmita, menjelaskan bahwa langkah eksekusi merupakan upaya terakhir setelah proses perdamaian gagal dilakukan. Rumah di Blok J Nomor 15 seluas 134 meter persegi itu sebelumnya dibeli oleh kliennya, Gemuruh, melalui lelang resmi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atas permohonan BNI pada Januari 2024 dengan harga Rp1,9 miliar.
“Klien kami membeli rumah tersebut melalui lelang sah di KPKNL. Setelah itu kami melakukan pendekatan damai dengan Pak Hendro Gunawan. Klien kami menawarkan uang Rp500 juta agar beliau keluar secara sukarela atau membeli kembali rumah itu seharga Rp2,5 miliar,” ujar Judha saat ditemui di lokasi eksekusi.
Upaya mediasi yang difasilitasi PN Surabaya juga sempat dilakukan, namun tidak membuahkan kesepakatan. “Klien kami sudah menawarkan agar dibeli kembali sebesar Rp2,7 miliar, namun Pak Hendro hanya menawar Rp2,5 miliar. Karena tidak ada titik temu, maka eksekusi akhirnya dilaksanakan,” jelas Judha.
Ia berharap pelaksanaan eksekusi berjalan lancar dan penghuni rumah menyerahkan objek sengketa tanpa perlawanan. “Mudah-mudahan eksekusi ini berjalan lancar dan penghuni dengan sukarela menyerahkan objek sengketa yang bukan lagi haknya,” ujarnya.
Berdasarkan surat panggilan yang dikeluarkan PN Surabaya, Hendro Gunawan tercatat sebagai penghuni tanah dan bangunan yang menjadi objek eksekusi.
Sementara itu, kuasa hukum AKBP Hendro Gunawan, Yafet Kurniawan, menyatakan keberatan terhadap pelaksanaan eksekusi. Ia menegaskan bahwa kliennya bukan debitur langsung dalam perkara ini.
“Klien kami bukan debitur langsung dan tidak punya utang. Karena ada hubungan keluarga dengan debitur, sertifikat rumah ini dipinjamkan dengan janji akan dilunasi oleh pihak debitur,” ujar Yafet.
Menurut Yafet, lelang tersebut seharusnya tidak menyasar rumah kliennya karena aset tersebut bukan jaminan utama. “Mestinya yang dilelang adalah aset utama dulu, yaitu pabrik, bukan rumah ini,” tegasnya.
Yafet memastikan akan mengajukan gugatan perlawanan ke PN Surabaya atas eksekusi tersebut. “Kami akan melakukan upaya hukum dan meminta pihak yang meminjam sertifikat agar segera membeli kembali rumah ini. Ini rumah satu-satunya milik klien kami,” ucapnya.
Proses eksekusi berjalan tertib di bawah pengawasan aparat kepolisian dan petugas PN Surabaya. Warga sekitar sempat menyaksikan jalannya eksekusi yang berlangsung aman tanpa insiden. [uci/beq]
