Surabaya (beritajatim.com) – Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaini ditolak Mahkamah Agung (MA). Hakim karier ini tetap dihukum lima tahun penjara karena menerima suap saat mengadili sengketa perdata.
” Tolak,” demikian bunyi putusan MA yang dilansir website-nya, Rabu (6/12/2023).
Dalam putusan tersebut, pihak pengadil terdiri dari Ketua Majelis PK Suharto dengan anggota Arizona Mega Jaya dan Jupriyadi serta panitera pengganti Dwi Sugiarto. Putusan dibacakan pada 30 November 2023.
Kasus bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Itong pada Januari 2022. Dari penangkapan itu, terbongkar aliran suap vonis perkara PT Soyu Giri Primedika. Akhirnya Itong dijadikan tersangka, termasuk panitera pengganti, Mohammad Hamdan.
BACA JUGA:
Vonis 5 Tahun Hakim Itong Inkracht sebab Tak Ajukan Kasasi
Itong yang mencoreng dunia peradilan itu akhirnya dilimpahkan ke PN Surabaya untuk diadili. Hakim dengan nama lengkap Itong Isnaini Hidayat itu diadili secara terpisah dengan rekannya yakni panitera pengganti Hamdan.
Pada 27 September 2022, KPK menuntut hakim Itong selama 7 tahun penjara. Atas tuntutan itu, PN Surabaya menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada hakim Itong. Selain itu, hakim Itong diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 6 bulan dan uang pengganti Rp390 juta.
KPK menerima putusan itu, tapi Itong mengajukan banding. PT Surabaya kemudian menguatkan hukuman tersebut. Duduk sebagai ketua majelis banding ialah Permadi Widiyanto dengan anggota Rasminto dan Irwan Rambe.
BACA JUGA:
Jaksa KPK Eksekusi Mantan Hakim Itong ke Lapas I Surabaya
Dalam pertimbangan majelis tinggi, hakim Itong terbukti korupsi berupa menerima suap. Dalam kode di kalangan pengadilan, biasa dengan istilah ‘pengurus’ atau ‘pengurusan perkara’.
Hakim Itong memilih menerima putusan itu. Belakangan, Itong mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu mengajukan PK. [uci/beq]