Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menggaungkan pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis ekonomi sirkular. Langkah tersebut dipresentasikan Pertamina untuk mengejar Net Zero Emission (NZE) 2060 dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP 30 Brasil.
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa SAF menjadi salah satu terobosan utama perusahaan dalam menghadirkan bahan bakar penerbangan rendah karbon. Menurut dia, inovasi tersebut sekaligus menjadi solusi konkret bagi ekonomi hijau Indonesia.
“Produk SAF menjadi inovasi Pertamina dalam menyediakan bahan bakar ramah lingkungan untuk industri penerbangan. Kami membangun ekosistem SAF dari hulu hingga hilir tidak hanya menawarkan bahan bakar rendah karbon, tetapi juga menciptakan ekonomi sirkular berbasis pemanfaatan limbah jelantah,” ujar Simon melalui keterangan resmi dikutip Kamis (13/11/2025).
Minyak jelantah adalah minyak goreng bekas yang telah digunakan berulang kali dan tidak lagi layak untuk dikonsumsi. Minyak ini ditandai dengan warna kecoklatan, aroma tengik, dan adanya endapan, serta menjadi limbah rumah tangga berbahaya jika dibuang sembarangan karena dapat mencemari lingkungan dan kesehatan.
Simon menuturkan ekosistem terintegrasi yang dibangun Pertamina mencakup seluruh rantai pasok SAF, mulai dari pengumpulan minyak goreng bekas (used cooking oil/UCO) hingga proses pengolahan dan distribusinya ke maskapai penerbangan.
Untuk tahap pengumpulan bahan baku, Pertamina Patra Niaga menggandeng Noovoleum melalui sistem UCollect yang terhubung dengan aplikasi MyPertamina. Terhitung sejak September 2024 hingga September 2025, sistem tersebut mengumpulkan sekitar 116.782 liter jelantah dari 35 titik pengumpulan di berbagai daerah. Volume itu diperkirakan meningkat seiring pengembangan produksi dan penerapan mandatori SAF nasional.
Pada sisi produksi, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) melalui fasilitas green refinery di Cilacap kini mampu menghasilkan SAF hingga 238.000 kiloliter per tahun. Selanjutnya, Pertamina International Shipping (PIS) menangani distribusi ke fasilitas penyimpanan sebelum Pertamina Patra Niaga menyalurkannya ke sejumlah bandara, termasuk Soekarno-Hatta di Cengkareng dan I Gusti Ngurah Rai di Denpasar. Produk SAF tersebut telah digunakan Pelita Air dalam operasi penerbangan komersial.
Pemerintah menetapkan mandatori penggunaan SAF sebesar 1% pada 2026 sebagai langkah awal penerapan bahan bakar berkelanjutan di industri penerbangan nasional. Inisiatif ini sejalan dengan komitmen global yang diusung International Civil Aviation Organization (ICAO) untuk memangkas emisi karbon hingga 11,2 gigaton pada 2050.
Secara global, SAF diperkirakan mampu mengurangi 718 juta ton CO₂ pada periode tersebut. Khusus SAF berbahan baku jelantah, potensi penurunan emisi dapat mencapai 80% dibandingkan avtur konvensional.
Agung menjelaskan, Indonesia memiliki kapasitas pasokan jelantah yang besar bersama China dan Malaysia. Pada 2023, Indonesia memasok sekitar 300.000 metrik ton jelantah per tahun, dan angkanya diproyeksikan meningkat hingga 800.000 metrik ton per tahun.
Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina Agung Wicaksono mengatakan keikutsertaan Pertamina dalam COP 30 mencerminkan dukungan perusahaan terhadap strategi transisi energi yang menyesuaikan kondisi ekonomi negara berkembang.
“Seiring kebijakan mandatori, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat produksi SAF dunia. Pertamina akan terus mendukung program keberlanjutan demi tercapainya target Net Zero Emission,” kata Agung.
