Penjelasan Sains Antraks Serang Gunungkidul, Dampak Buruk Tradisi Brandu

6 July 2023, 13:35

TEMPO.CO, Jakarta – Kasus penyakit antraks dilaporkan kembali menjangkiti puluhan warga di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, terpantau setidaknya 85 warga yang dilaporkan positif antraks dengan mayoritas tidak bergejala. Sementara itu, terdapat sedikitnya 23 warga yang bergejala akibat positif antraks dan satu orang di antaranya meninggal.Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty mengungkapkan semua warga yang positif antraks, baik yang bergejala atau tidak, akan dirawat di rumah dan tidak ada yang dirumah sakit. Nantinya, warga yang terpapar tersebut akan didatangi petugas untuk diberi pengobatan. Selain itu, kondisi mereka pun akan terus dipantau hingga beberapa waktu ke depan.“Kami akan terus memantau mereka terutama yang bergejala selama 120 hari ke depan,” ucap Dewi saat dihubungi Tempo, Rabu, 5 Juli 2023.Lantas, apa penyebab munculnya antraks di Gunungkidul? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Diduga dari Tradisi MbranduSebuah tradisi bernama mbrandu diduga menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit antraks di Gunungkidul, Yogyakarta, baru-baru ini. Tradisi ini bukan seperti Sekatenan di Yogya, atau Ngaben di Bali yang merupakan kekayaan budaya etnis.Mbrandu adakah kegiatan saat ada ternak, biasanya kambing, sapi, atau kerbau terkena masalah dan dikhawatirkan akan mati, maka hewan itu disembelih lalu dibagi ke dalam paket atau bagian-bagian. Misalnya, jika ada sapi sakit atau luka yang diperkirakan tak bakal sembuh, pemilik menawarkan ke warga sekitar agar hewan itu di-brandu.Bila ada 30 pem-brandu, maka sapi yang disembelih itu dijual kepada sejumlah orang itu. Tentu, harga daging sapi yang di-brandu ini lebih murah dibandingkan dengan harga pasar. Di Gunungkidul, tradisi untuk membeli hewan ternak dengan metode brandu ini diduga menjadi sarana utama penyebaran antraks dari hewan ke manusia.Pada kasus di Dusun Jati, Gunungkidul ini, seekor ternak berupa sapi mati karena sakit. Setelah itu, warga membeli sapi itu untuk kemudian disembelih dan dimakan. Tetapi, tanpa disadari ternyata sapi tersebut telah terjangkit Antraks. Alhasil, saat sapi tersebut disembelih, darah yang mengalir berubah menjadi spora yang dapat menjangkiti manusia.Melansir laman pemberdayaan.gunungkidulkab.go.id, pada 2020, Pemkab Gunungkidul pernah menyinggung soal mengkonsumsi daging sapi mati atau mbrandu dan kaitannya dengan kasus Antraks yang terjadi saat itu.Mereka meminta masyarakat lebih meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati jika ada kejadian sapi yang tiba-tiba sakit dan mati mendadak. Warga diminta segera melaporkan kepada petugas (puskeswan) untuk dilakukan pemeriksaan, bukan malah menjualnya dengan dalih tak ingin rugi.Baca juga: Penyakit Antraks Muncul Lagi, Bagaimana Penyebaran dan Pencegahannya?Mengenal Penyakit AntraksMelansir dari situs Balai Besar Veteriner Wates, antraks (anthrax) adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis yang bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia.Jika bakteri penyebab antraks terpapar udara, maka akan membentuk spora yang dapat bertahan terhadap berbagai kondisi lingkungan serta bahan kimia, seperti disinfektan. Selain itu, bakteri ini juga dapat bertahan dan sulit dieliminasi selama puluhan tahun di dalam tanah.Iklan

Karena keberadaan spora yang merupakan sumber infeksi ini ditemukan di tanah, antraks juga kerap disebut sebagai “penyakit tanah”. Meski begitu, bakteri berbentuk batang ini hidup dan berkembang biak di dalam tubuh hewan atau manusia yang terinfeksi.Ternak yang terserang antraks umumnya akan mengalami demam tinggi sebagai gejala awal infeksi. Ternak kemudian mengalami gelisah, kesulitan bernapas, kejang, hingga kematian. Selain itu, sering juga ditemukan adanya ekskreta berupa darah yang keluar dari lubang kumah, seperti hidung, mulut, dan telinga. Tak jarang juga perut hewan yang tampak kembung bila tidak mengeluarkan darah.Berdasarkan kanal resmi Kementerian Kesehatan, antraks pada manusia terbagi dalam empat jenis berbeda menurut gambaran klinisnya. Mulai dari antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru-paru, dan antraks meningitis. Antraks kulit menjadi penyakit yang paling sering terjadi dan dapat diobati dengan melakukan berobat jalan bila tidak ada infeksi lain. Sementara itu, antraks pencernaan umumnya terjadi karena daging dari hewan yang terinfeksi tidak dimasak dengan sempurna. Sedangkan, untuk antraks paru-paru dan meningitis sangat jarang terjadi.
Cara Penularan Antraks Pada ManusiaAntraks merupakan penyakit zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Manusia bisa tertular jika terpapar melalui luka terbuka di kulit, menelan atau menghirup spora antraks.Lebih dari 90 persen kasus antraks yang dijumpai pada manusia adalah jenis antraks kulit. Infeksinya melalui luka terbuka di kulit yang merupakan transmisi paling umum. Gejala yang muncul dari infeksi ini meliputi ruam, benjolan, dan kemerahan pada kulit yang disertai perih dan gatal pada bagian tengah berwarna kehitaman.Selain itu, di sekitar kulit yang terinfeksi juga umumnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening. Bahkan, tak jarang gejalanya disertai dengan demam, lemah, mual, dan mentah. Adapun cara pengobatannya dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, seperti ciprofloxacin dan doxycycline dan disertai antitoksin.VIVIA AGARTHA F | RADEN PUTRI | PRIBADI WICAKSONOPilihan Editor: Antraks Gunungkidul, Apa Bakteri Penyebab Penyakit Itu?Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Statement

Fasum

Transportasi