Jakarta –
Pernahkah merasakan sensasi tidak nyaman di perut saat gugup ketika jatuh cinta, menghadapi kencan pertama, atau sebelum berbicara di depan publik? Sensasi ini umum dikenal dengan istilah populer ‘butterflies in the stomach’, karena rasanya seperti ada kupu-kupu beterbangan di dalam perut.
Ini adalah fenomena ketika muncul rasa tidak nyaman, berdebar, atau bahkan geli di perut, akibat rasa gugup atau cemas. Dalam beberapa kasus, fenomena ini bahkan dapat memicu reaksi lebih parah seperti mual dan muntah. Ternyata, fenomena ini merupakan salah satu contoh nyata dari hubungan dua arah yang erat antara sistem pencernaan dan sistem saraf.
Dari mana datangnya sensasi itu? Ternyata fenomena ini merupakan salah satu contoh dari hubungan dua arah antara sistem pencernaan dan sistem saraf.
“Sejak tahap perkembangan embrio paling awal, otak, sumsum tulang belakang, dan saluran pencernaan sudah terhubung sangat erat,” kata Melissa Hunt, psikolog klinis dari University of Pennsylvania, dikutip dari Live Science, Kamis (20/11/2025).
“Jutaan neuron mengirimkan informasi dari usus ke otak, dan jumlah yang sama mengirimkan sinyal dari otak kembali ke usus,” sambungnya.
Koneksi ini dikenal sebagai poros otak-usus (gut-brain axis). Hubungan tersebut diatur oleh hormon dan neurotransmiter, pembawa pesan kimiawi yang bekerja luas melalui aliran darah atau antar sel saraf.
Selain itu, hubungan ini juga bekerja lewat jalur saraf secara langsung antara otak dan usus, bahkan melalui bakteri usus. Inilah alasan mengapa suasana hati bisa memengaruhi kondisi tubuh lain, dan sebaliknya.
“Ketika kita merasakan ‘kupu-kupu’ di perut, itu pengingat jelas bahwa emosi betul-betul meresap ke dalam tubuh kita,” kata John Cryan, profesor anatomi dan ilmu saraf di University College Cork, Irlandia.
“Pada akhirnya, kupu-kupu di perut memperlihatkan poros otak-usus yang sedang bekerja, percakapan dua arah yang terus berlangsung antara sistem saraf pusat dan usus melalui jalur saraf, hormon, dan mikroba,” tambahnya.
Bagaimana Mekanismenya?
Sel saraf yang melapisi saluran pencernaan adalah bagian dari sistem saraf otonom, yang mengatur fungsi tubuh yang tidak sadar, seperti napas, detak jantung, dan pencernaan. Ketika makanan masuk ke usus, sel saraf tersebut memberi sinyal pada sel otot untuk berkontraksi dan mendorong makanan melalui usus.
Sistem saraf otonom memiliki dua cabang, yaitu sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis membuat tubuh rileks (rest and digest), sementara simpatis meningkatkan kesiagaan saat menghadapi ancaman (fight or flight), sehingga seimbang.
Saat cemas, respons fight-or-flight aktif. Tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol yang menekan proses pencernaan di lambung dan usus halus.
Sementara itu, hormon lain justru merangsang usus besar. Kombinasi perubahan inilah yang menyebabkan kontraksi otot yang terasa tidak nyaman, bahkan bisa memicu mual, kembung, sembelit, atau diare.
“Dari sisi evolusi, reaksi ini kemungkinan membantu nenek moyang kita bertahan hidup,” jelas Cryan.
“Menghentikan pencernaan dan mengalihkan energi ke kesiapan fisik langsung bisa meningkatkan peluang melarikan diri atau menghadapi bahaya. Sensasi di perut yang ditimbulkan reaksi ini juga menjadi sinyal internal saat menghadapi situasi penting atau penuh ketidakpastian,” tandasnya.
Halaman 2 dari 3
(avk/avk)
