Pengusaha Kecewa Spa Masuk Kategori Hiburan yang Kena Tarif Pajak hingga 75 Persen

18 January 2024, 20:28

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Indonesia Wellness Spa Professional Association (IWSPA) Yulia Himawati mengatakan bahwa kerisauan pengusaha sebenarnya bukan hanya mengenai tarif pajak 40-75 persen. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), spa termasuk dalam jenis hiburan yang dikenai tarif tersebut.“Kategori atau jenis usaha spa yang dimasukkan ke dalam jenis hiburan itu yang sangat membuat kami kecewa dan membuat kami juga menjadi melihat kembali kepada kementerian yang menaungi kami Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif),” ujar dia Yulia dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, pada Kamis, 18 Januari 2024.Menurut Yulia, sebenarnya dalam Permenparekraf Nomor 11 Tahun 2019 sudah mendefisikan cukup jelas mengenai usaha spa. Dalam pasal 1 peraturan itu, kata Yulia, disebutkan bahwa usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan atau minjman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbanhkan jiwa dan raga dengan tetap perhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.Bahkan pihaknya juga sudah melaksanakan audit terhadap usaha spa sesuai dengan Permenparekraf itu. Namun, anehnya dalam UU HKPD, spa dikategorikan ke dalam jenis hiburan. “Kalau yang lain mungkin hiburan ya silahkan saja. Tetapi yang tergolong di sini adalah spa wellness, spa untuk kesehatan,” ucap dia.Yulia juga menjelaskan asal usul dari nama spa itu sendiri. Menurut dia SPA itu kependekan dari Solus Per Aqua yang artinya sehat dengan air, di mana unsur kesehatannya lebih besar. Ditambah lagi, spa di Indonesia berbasis budaya, seperti yang diketahui yang sudah lama dikenal seperti Balines Massage atau Javanese Massage—secara keseluruhan, ada 15 Etno Wellness Nusantara yang tercatat di IWSPA untuk pelayanan spa.Sehingga sangat aneh jika akhirnya dikategorikan sebagai jenis hiburan. “tu yang sangat kami sesalkan dan asoisasi kami tentu tidak menghendaki hal itu,” tutur Yulia.Alasannya, karena, para terapis spa di industri adalah terapis yang profesional dan bersertifikat. Bahkan harus mengikuti pelatihan yang tidak mudah untuk menjadi seorang spa profesional. Selain itu, ada juga uji kompetensi yang harus dijalani para terapis dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).“Jadi ini betul-betul adalah pekerjaan yang tidak sembarangan dikatakan hiburan semata. Itu yang menjadi konsen kami terhadap UU tersebut,” kata Yulia.Iklan

Sebelumnya, selain Yulis, banyak pengusaha hiburan mengeluh dan memprotes rencana pengenaan pajak hiburan hingga 75 persen oleh sejumlah pemerintah daerah. Salah satunya Inul Daratista, pemilik karaoke Inul Vizta, yang memprotes pengenaan tarif pajak tersebut. Menurut dia, tarif tersebut akan membunuh industri hiburan karena pajak itu mau tak mau akan dibebankan ke konsumen.Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus juga menyebutkan para pengusaha spa di Bali langsung mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat, 5 Januari 2024. Dia menjelaskan materi yang diuji itu yakni terkait Pasal 55 dan Pasal 58 UU HKPD. Menurut dia, pengusaha spa ingin meninjau kembali posisi industri spa yang bukan termasuk jasa hiburan melainkan kebugaran atau kesehatan (wellness). Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan tarif batas bawah dan atas pajak hiburan tersebut termaktub dalam revisi UU HKPD yang terbit pada 2022. Pasal 55 UU HKPD mengatur ada 12 jenis kegiatan yang masuk kategori jasa kesenian dan hiburan. Dari dua belas jenis kategori tersebut, hanya jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa saja yang kena tarif batas bawah dan atas. Sementara sebelas jenis lainnya yaitu tontonan film; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; dan panti pijat dan pijat refleksi, tidak kena tarif tinggi. Secara umum, kata Lidya, ada penurunan tarif untuk sebelas jenis pajak hiburan di luar diskotek, dari 35 persen menjadi peling tinggi 10 persen. Tujuannya untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.Menurut Lidya, hal itu menjadiu bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian. Selain itu, Lidya menambahkan, secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian pajak terhadap jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. “Ini menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah,” ucap dia.Pilihan Editor: Kemenkeu Beberkan 7 Daerah yang Sudah Terapkan Tarif Pajak Hiburan 75 Persen

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi