Pengamat: Teknologi dan Budaya Anti-Korupsi Kunci Perangi Praktik Mark Up Anggaran

Pengamat: Teknologi dan Budaya Anti-Korupsi Kunci Perangi Praktik Mark Up Anggaran

Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyambut positif arahan Presiden Prabowo Subianto yang mengingatkan pentingnya pemberantasan praktik mark up dalam penganggaran pemerintah.

Menurutnya, langkah konkret untuk memitigasi kebocoran anggaran salah satunya adalah penerapan digitalisasi dan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

Hardjuno menjelaskan bahwa digitalisasi melalui sistem e-catalog dan e-government telah memberikan fondasi yang baik. Namun, ia mengingatkan bahwa penerapan teknologi tersebut harus disertai dengan penguatan budaya anti-korupsi di seluruh lini pemerintahan.

“Digitalisasi seperti e-catalog dan e-government sudah menjadi fondasi yang baik, tetapi teknologi ini harus didukung oleh budaya anti-korupsi yang kuat. Tanpa komitmen integritas dari para pelaksana, teknologi secanggih apa pun tidak akan efektif,” ujar Hardjuno di Surabaya, Senin (30/12/2024).

Dalam kesempatan itu, Hardjuno juga menjelaskan bagaimana teknologi AI dapat digunakan untuk mendeteksi pola-pola penggelembungan anggaran dan anomali dalam pengadaan barang dan jasa. Dengan kemampuan analisis data real-time, AI bisa membantu memprediksi potensi risiko korupsi serta memastikan bahwa harga barang atau jasa yang diajukan sesuai dengan harga pasar.

“Dengan analisis data real-time, AI mampu memprediksi risiko korupsi dan memastikan bahwa harga barang atau jasa yang diajukan sesuai dengan harga pasar. Ini akan mempersempit ruang gerak pelaku korupsi,” tambahnya.

Namun demikian, Hardjuno menegaskan bahwa teknologi hanyalah alat bantu. Menurutnya, akar permasalahan utama sering kali terletak pada budaya dan mentalitas pelaku anggaran.

“Tanpa budaya anti-korupsi, upaya digitalisasi hanya akan menjadi formalitas. Oleh karena itu, perlu ada edukasi dan internalisasi nilai-nilai integritas di semua jenjang birokrasi. Pemerintah juga harus tegas dalam menindak pelanggaran sebagai bentuk edukasi publik,” tegasnya.

Lebih lanjut, kandidat Doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara teknologi dan penegakan hukum untuk menciptakan pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.

“Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga bagaimana pemerintah mampu menciptakan sistem yang transparan dan menanamkan rasa tanggung jawab pada aparatnya,” jelasnya.

Hardjuno optimis bahwa dengan kombinasi digitalisasi, teknologi AI, dan penguatan budaya anti-korupsi, praktik mark up dalam penganggaran dapat diminimalkan. Ia juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo yang melibatkan berbagai pihak untuk memberantas korupsi.

“Langkah ini perlu didukung oleh semua pihak karena korupsi adalah musuh bersama. Dengan tata kelola yang baik, Indonesia bisa mewujudkan pembangunan yang lebih bersih dan tepat sasaran,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam Musrenbangnas yang berlangsung di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa praktik mark up merupakan bentuk korupsi yang merugikan negara dan rakyat.

Presiden juga menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengungkap kebocoran anggaran yang terjadi selama ini. [asg/ian]