TRIBUNJAKART.COM – Pengamat politik Yunarto WIjaya, menganalisis langkah politik Presiden ke-7 RI, Jokowi.
Seperti diketahui, Jokowi baru saja dipecat partai yang membesarkannya, yakni PDIP.
Setelahnya, ayah dari Wapres Gibran Rakabuming Raka itu terlihat bertemu Presiden Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Gerindra, hingga dikunjungi Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani.
Isu menyeruak, Jokowi akan bergabung dengan Gerindra.
Sebelumnya, Golkar juga sempat menyatakan siap menerima Jokowi jika ingin bergabung.
Yunarto mengawali analisisnya dengan berkaca pada tiga presiden yang membangun partai sebelum menjadi presiden.
Pertama adalah Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri membangun PDIP, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membangun Partai Demokrat.
Begitu juga dengan Presiden ke-8 RI yang saat ini menjabat, Prabowo Subianto, dia membangun Partai Gerindra.
Menurut Yunarto, Jokowi juga bisa mengikuti langkah ketiga presiden tersebut, yakni membangun partai.
“Jadi kalau betul bicaranya dalam gagasan besar, saya berharap Jokowi sekalian bikin partai,” kata Yunarto di program Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (11/12/2024).
Jikapun harus masuk partai yang sudah ada, Yunarto menyarankan Jokowi gabung PSI.
Sebab, partai yang dipimpin putra bungsu Jokowi sendiri, Kaesang Pangarep itu mendaku diri berideologi Jokowisme.
“Atau masuk ke PSI. Karena memang dari awal PSI mengklaim bahwa partai ini adalah partainya Jokowi. Dan ideologinya Jokowisme,” kata Yunarto.
Selain soal perahu politik, masuknya Jokowi ke PSI juga sebagai pembuktian seberapa besar magnet elektoral mantan Wali Kota Solo dan Gubernur Jakarta itu.
Yunarto mengingatkan, sudah dua Pemilu dilalui, PSI dengan Jokowismenya gagal masuk parlemen.
“Pak Jokowi harus bisa membuktikan bahwa memang magnet politiiknya besar seperti Bang Noel sebutkan.”
“Karena terbukti ketika menjual Jokowisme, ternyata PSI dua kali mencoba dan tidak lolos parlemen kan,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika itu.
Namun, di atas masuk partai atau membangun partai baru, Yunarto beranggapan lebih baik Jokowi tak aktif politik praktis lagi.
“Walaupun menurut saya idealnya Pak Jokowi tidak masuk ke level politik praktis lagi,” tutupnya.
Kata Ketum Joman
Ketua Umum Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer, pada forum yang sama, membantah Yunarto.
Menurutnya, Jokowi tak perlu masuk PSI, atau[un partai lain.
“Ngapain juga masuk PSI, ngapain juga misal masuk partai-partai lain,” kata Noel, sapaa karib Immanuel.
“Ini kan orang coba melihat langkah politik Pak Jokowi. Dia ke mana, ke mana,” lanjutnya.
Menurut Noel, hal itu menunjukkan, Jokowi masih menjadi magnet elektoral.
Dia tidak perlu partai untuk mendapat simpati masyarakat dan berselancar di dunia politik Indonesia.
“Jokowi ini tetap menjadi sesuatu lah ya, sudah dihina, difitnah, diapain, ya tetap saja dia menjadi magnet politik, magnet berita,” kata Noel.
“Publik masih ada respek politik,” tambahnya.
Dipecat PDIP
Seperti diketahui, PDIP sudah tidak mengakui lagi Jokowi sebagai kadernya.
Hal itu tegas disampaikan Sekjen PDIP, Hasto Kritiyanto di Sekolah Partai PDIP di Jakarta, Rabu (4/12/2024).
“Saya tegaskan kembali. Bapak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan,” kata Hasto, dikutip dari Kompas.com.
PDI-P melihat, Jokowi beserta keluarganya memiliki ambisi kekuasaan yang tiada henti. Selain itu, praktik politik yang dilakukan Jokowi dan keluarganya harus bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak menjalankan disiplin partai.
Meski demikian, Hasto memastikan bahwa PDIP tidak akan pernah kehilangan gagasan ideal mengenai seorang rakyat biasa bisa berproses menjadi seorang pemimpin.
Di sisi lain, ia menegaskan bahwa keanggotaan PDIP berada pada komitmennya dalam membangun peradaban kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik, bukan semata-mata ada atau tidaknya kartu tanda anggota (KTA).
”PDI-P percaya pada nilai-nilai Satyam Eva Jayate sehingga mereka yang menahan angin akan menuai badai. Itulah yang kita yakini sebagai suatu bangsa,” kata Hasto.
“Karena di dalam sejarah peradaban keempat manusia, tidak ada kekuasaan otoriter sekuat apa pun yang mampu bertahan, kecuali mereka akhirnya menjadi sisi-sisi gelap dalam sejarah,” tambahnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya