Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pajak meyakini penerimaan negara dari produk hasil tembakau bakal anjlok usai pemerintah menaikkan harga jual eceran rokok pada 2025. Meski demikian, tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tetap naik mulai 2025.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan kenaikan harga jual eceran (HJE) akan lebih dirasakan oleh masyarakat daripada industri dibandingkan kenaikan tarif cukai.
Alasannya, kenaikan HJE akan dirasakan langsung oleh masyarakat ketika membeli rokok. Sementara itu, jika tarif cukai produk hasil tembakau yang dinaikkan maka pelaku usaha justru cenderung akan mengorbankan keuntungan agar produknya masih bisa dijangkau konsumen.
Fajry meyakini kenaikan HJE rokok konvensional tidak akan meningkatkan penerimaan negara, bahkan sebaliknya. Dia menjelaskan selama ini ‘pajak dosa’ produk hasil tembakau berdasarkan tarif cukai bukan tarif ad-valotem.
Tarif cukai sendiri dikenakan berdasarkan jumlah atau kuantitas barang tertentu seperti unit, berat, atau volumenya. Sementara itu, tarif ad-valotem dikenakan berdasarkan persentase dari nilai atau harga barang/jasa.
“Besaran penerimaan [dari produk hasil tembakau] bergantung jumlah yang terjual, bukan harga. Sedangkan kenaikan HJE akan menurunkan jumlah produk hasil tembakau yang terjual. Dengan begitu, kenaikan HJE malah akan menurunkan kinerja penerimaan cukai tahun depan,” jelas Fajry kepada Bisnis, Minggu (15/12/2024).
Dia tidak menampik alasan kesehatan masyarakat menjadi salah satu pertimbangan pemerintah menaikkan HJE rokok. Kendati demikian, Fajry tidak yakin konsumsi produk hasil tembakau juga akan menurun.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97/2024, kebijakan tarif dan HJE atas produk hasil tembakau terdiri dari beberapa layer. Beleid terbaru itu membedakan antara rokok konvensional dengan rokok elektrik.
Masalahnya, menurut Fajry, HJE atas beberapa rokok elektrik yang diterapkan pemerintah masih di bawah harga di tingkat konsumen. Dia mengaku bahwa satu batang rokok lebih murah dibanding satu rokok elektrik sistem tertutup.
Hanya saja, sambungnya, satu produk rokok elektrik dapat dikonsumsi lebih lama atau jumlah hisapan lebih banyak. Oleh sebab itu, harga rokok konvensional masih lebih mahal dibandingkan dengan rokok elektrik.
Selain itu, beban cukai rokok elektrik jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Fajry pun meyakini kenaikan HJE bagi rokok elektrik tanpa adanya kenaikan tarif cukai hanya akan meningkatkan keuntungan perusahaan rokok elektrik.
“Dengan begitu akan ada peralihan konsumsi dari rokok konvensional ke rokok elektrik. Kalau ada peralihan, artinya tujuan pengendalian menjadi tidak terpenuhi,” ujarnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menaikkan HJE produk hasil tembakau mulai 1 Januari 2025 melalui PMK No. 97/2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
“Untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri hasil tembakau yang padat karya yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin, dan optimalisasi penerimaan negara,” tulisnya, dikutip pada Jumat (13/12/2024).
Sri Mulyani menuliskan bahwa peraturan terkait rokok tersebut perlu diubah dan disempurnakan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di bidang tarif cukai hasil tembakau.
Pemerintah sebelumnya telah mengumumkan bahwa tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang seharusnya dilakukan penyesuaian pada tahun depan. Sebagai gantinya, pemerintah hanya akan menaikkan HJE sementara tarif cukai produk tembakau tersebut tetap sama.