Peneliti Vaksin Covid-19: Peneliti dengan Industri Harus Berkoneksi untuk Jawab Kebutuhan Masyarakat

16 November 2023, 21:09

TEMPO.CO, Jakarta – Kolaborasi lintas pihak kian dimaksimalkan untuk pengembangan inovasi dunia, termasuk Indonesia. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi juga menggalakkan kolaborasi antara perguruan tinggi dengan dunia industri dan didukung oleh pemerintah dalam menghasilkan inovasi-inovasi baru dari peneliti sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, beragam faktor perlu dipahami dengan jernih agar inovasi yang dihasilkan menjangkau akar rumput.Lead Scientist untuk pengembangan Vaksin Covid-19 AstraZeneca asal Indonesia Carina Joe mengatakan perlu adanya koneksi antara peneliti di perguruan tinggi dengan industri dalam mengembangkan inovasi. Menurut dia, riset saja tidak cukup untuk menjawab kebutuhan industri dan kebutuhan masyarakat. Namun, harus diperhatikan apakah inovasi tersebut memungkinkan atau sesuai untuk diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Carino menyebut sekarang ini banyak ilmuwan membuat teknologi yang paling canggih di dalam laboratorium, tetapi ternyata tak memungkinkan untuk direalisasikan ke masyarakat, misal karena standarnya berbeda.”Itu yang mereka tidak mengerti. Akademia harus mengerti apa yang dibutuhkan oleh industri itu, relevansinya apa, harus ada manfaatnya di industri kalau memang mau dipakai oleh masyarakat,” kata Carina dalam diskusi Empowering Diaspora: Building Global Innovation Networks di Jakarta pada Kamis, 16 November 2023.Menurut Carina, sia-sia saja menciptakan suatu teknologi yang paling canggih namun ternyata tidak bisa diimplementasikan dalam masyarakat. Satu publikasi ilmiah yang hebat tanpa realisasi hanya akan sia-sia.”Jadi, ya stop saja dipublikasi. Menurut saya sih itu buang-buang uang, waktu, dan tenaga. Intinya harus ada koneksinya,” kata Carina.Senada dengan pendapat Carina, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbud Nizam mengutarakan hal yang sama. Menurut dia, mengawinkan antara dunia industri dengan perguruan tinggi ini perlu pertemuan dari dua sisi, tidak bisa hanya satu sisi.Nizam mengatakan, hilirisasi yang selama ini disebut-sebut akan terjadi ketika adanya huluisasi. “Ketika masalah-masalah dari industri itu masuk ke kampus menjadi agenda pengembangan dan fokus dalam pembelajaran di kelas-kelas, ketika itulah akan terjadi hilirisasi. Tidak hanya karena ide dosen yang kemudian ditawarkan ke industri, tapi sebaliknya. Justru harus dari industri dulu, apa kebutuhannya?”Nizam menekankan pada masalah nyata di industri, masyarakat serta pembangunan ekonomi. “Dengan itu, akan terjadi hilirisasi dari riset di perguruan tinggi yang menjawab segala permasalahan di sisi hilirnya,” ujarnya.Indonesia punya sumber daya manusia yang mumpuni Sebagai diaspora di Inggris, Carina percaya bahwa sumber daya manusia di Indonesia sangat baik. Ia mengatakan kerap bertemu para diaspora yang banyak berperan penting dalam proyek-proyek penting di luar negeri. Akan tetapi untuk berkembang ke skala yang lebih besar seperti internasional, diaspora harus punya rasa percaya diri. Iklan

“Banyak diaspora yang mengerti teknologinya, tapi memilih untuk diam,” kata Carina.Dalam mendukung kemampuan dan kesiapan putra-putri bangsa dalam hal ini, Dirjen Nizam mengatakan ada dua langkah yang dilakukan kementeriannya. Pertama, akselerasi pengembangan talenta.Kementerian Pendidikan melalui inisiasi Kampus Merdeka melakukan transformasi besar. “Program Bangkit adalah satu dari 300 program yang kita hadirkan di kampus Merdeka masa depan,” ujar Nizam.Langkah kedua, yakni melalui inovasi. Dalam berinovasi, diungkapkan Nizam memang perlu kolaborasi, baik dalam skala nasional maupun internasional. Namun, kolaborasi yang dibangun bukan hanya antardosen, antarperiset atau antarinstitusi saja.”Ini adalah upaya untuk mengakselerasi kolaborasi internasional tadi,” kata Nizam.Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf melihat bahwa salah satu poin yang menjadi penghambat bagi anak bangsa adalah kemampuan bahasa Inggris. Padahal, sebenarnya banyak di antara putra-putri Indonesia yang memiliki kemampuan dalam hal teknologi.”Sebenarnya sih, kalau dari sisi kemampuan, banyak mahasiswa dari universitas yang sebenarnya mampu. Tapi, mereka kekurangan mungkin soft skills bahasa Inggris. Kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris sangat penting,” kata Randy. Pilihan Editor: Demi Ketahanan Energi, BRIN Dorong Perkuatan Ekosistem Riset dan Inovasi

Tokoh

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi