Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti MIT berhasil mengembangkan perangkat baru yang dibutuhkan untuk memanen air dari atmosfer lebih cepat, dari hitungan hari kini menjadi menit.
Para peneliti MIT telah mengembangkan perangkat yang dapat mengumpulkan kelembapan dari udara dan memodifikasinya menjadi air minum. Tentunya para peneliti berharap agar teknologi ini menjadi angin segar untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat yang sumber airnya langka.
Pada awalnya, Sistem Pemanenan Air Atmosfer (AWH) bekerja dengan cara menarik uap dari udara dan mengembunkannya menjadi air cair. Proses ini melibatkan pendinginan udara lembap atau penggunaan sorben (material seperti spons) untuk menyerap uap air, yang kemudian dilepaskan dan dikondensasikan menjadi tetesan air.
Perangkat AWH biasanya mengandalkan sinar matahari untuk menguapkan air dari sorben. Hal itu memakan waktu yang cukup lama, mulai dari beberapa jam bahkan sampai berhari-hari. Tentunya hal ini menjadi tantangan karena membatasi kegunaannya di lingkungan kering dan kekurangan sumber daya, termasuk wilayah yang tidak memiliki air asin untuk didesalinasi.
Sekarang, perangkat baru yang dikembangkan MIT menggunakan gelombang ultrasonik untuk melepaskan kelembapan dari sorben. Setelahnya, kelembapan yang terlepas kemudian dialirkan melalui nozel kecil di sasar perangkat, tempat kelembapan tersebut dapat dikumpulkan dan digunakan.
Disadur dari Livesience.com Jumat (5/12/2025), para peneliti berpendapat bahwa prototipe ultrasonik mereka 45 kali lebih efisien dalam mengekstraksi air yang tertangkap dibandingkan penguapan biasa. Mereka merinci temuan tersebut dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada 18 November di jurnal Nature Communications.
“Orang-orang telah mencari cara untuk memanen air dari atmosfer, yang bisa menjadi sumber air sangat besar, terutama untuk wilayah gurun dan tempat-tempat yang bahkan tidak memiliki air asin untuk didesalinasi,” ujar Svetlana Boriskina, rekan penulis sekaligus ilmuwan peneliti utama di MIT.
Teknologi baru ini mengandalkan ultrasound gelombang suara berfrekuensi tinggi di atas 20 kilohertz, yang tidak dapat didengar manusia untuk memutus ikatan lemah antara molekul air dan permukaan bahan penyerap. Inti perangkatnya adalah cincin keramik pipih yang bergetar ketika diberi tegangan.
Getaran ultrasonik ini bekerja secara presisi, seperti mengguncang butiran air halus hingga lepas dari permukaan bahan penyerap. “Rasanya seperti air menari mengikuti ombak,” ujar Ikra Iftekhar Shuvo, penulis utama dan mahasiswa pascasarjana MIT. Molekul-molekul air yang terlepas kemudian berubah menjadi tetesan yang bisa dikumpulkan.
Dalam pengujiannya, sampel sorben seukuran koin 25 sen ditempatkan dalam ruang kelembapan hingga jenuh. Setelah itu dipasangkan pada aktuator ultrasonik, dan hanya dalam beberapa menit sampel tersebut benar-benar kering proses yang biasanya memakan waktu berjam-jam.
Walau efisien, perangkat ultrasonik ini tetap membutuhkan sumber energi, berbeda dengan sistem AWH tradisional yang hanya mengandalkan sinar matahari. Namun, tim MIT sudah memikirkan solusi untuk memasangkannya dengan sel surya kecil yang juga berfungsi sebagai sensor untuk mendeteksi kapan sorben sudah penuh. Ketika penuh, sistem dapat otomatis memulai proses pelepasan sehingga satu perangkat mampu melakukan beberapa siklus dalam sehari.
Tim MIT membayangkan teknologi ini nantinya hadir dalam bentuk perangkat rumah tangga yang ringkas. Semacam panel seukuran jendela yang berisi bahan penyerap cepat dan aktuator ultrasonik yang bekerja mengumpulkan air dari udara sepanjang hari. (Nur Amalina)
