Jakarta –
Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa rutin mengonsumsi yoghurt dapat mengurangi risiko kanker usus besar jenis tertentu.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Gut Microbes menemukan bahwa orang yang rutin mengonsumsi dua atau lebih porsi yoghurt per minggu memiliki tingkat kanker kolorektal proksimal atau kanker usus besar sisi kanan yang lebih rendah, yang dikaitkan dengan keberadaan bakteri Bifidobacterium.
“Yogurt merupakan sumber probiotik yang dapat secara langsung memengaruhi mikrobioma usus,” kata Peyton Berookim, MD, dari Divisi Gastroenterologi Cedars-Sinai Medical Center, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, kepada Health .
“Konsumsi yogurt secara teratur dapat meningkatkan populasi bakteri baik di usus,” lanjutnya.
Kanker kolorektal proksimal terjadi di sisi kanan usus besar dan dikenal lebih mematikan dibandingkan kanker kolorektal distal yang berasal dari sisi kiri.
“Jenis positif terhadap Bifidobacterium cukup umum, mencakup sekitar sepertiga dari kanker kolorektal,” kata penulis studi, Shuji Ogino, MD, PhD, profesor di Departemen Epidemiologi Sekolah Kesehatan Masyarakat T.H. Chan, Harvard, kepada Health.
Meskipun bakteri dalam yogurt telah lama dikenal bermanfaat bagi kesehatan, para peneliti mengatakan bahwa penelitian sebelumnya sempat mempertanyakan dampaknya terhadap kanker usus besar. Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas hubungan tersebut dengan menilai data jangka panjang yang dikumpulkan dari sejumlah besar peserta.
Para ilmuwan memulai dengan data dari dua studi jangka panjang yang telah berlangsung sejak tahun 1970-an dan 1980-an, yaitu Nurses’ Health Study (NHS) dan Health Professionals Follow-up Study (HPFS). Studi-studi ini telah melacak kebiasaan diet lebih dari 150.000 orang, termasuk asupan gula, alkohol, serat, dan total kalori, serta konsumsi yogurt secara umum (bukan berdasarkan kadar lemak, gula tambahan, atau perisa tertentu).
Sebagai bagian dari penelitian, para ilmuwan juga mengumpulkan sampel jaringan untuk mengidentifikasi peserta yang mengidap kanker kolorektal. Pada akhirnya, penulis studi ini menganalisis data dari lebih dari 132.000 partisipan.
Dari analisis tersebut, para peneliti menemukan di antara peserta yang mengalami kanker kolorektal, 31 persen kasusnya tergolong Bifidobacterium-positif, sementara 69 persen tergolong Bifidobacterium-negatif.
Selanjutnya, mereka menggunakan rasio bahaya yang disesuaikan secara multivariat-ukuran statistik untuk mengevaluasi risiko-untuk menilai kemungkinan hubungan antara konsumsi yogurt dan risiko kanker tersebut.
Hasilnya, meskipun konsumsi yogurt secara umum (dua porsi atau lebih per minggu) tidak terkait dengan penurunan risiko kanker kolorektal secara keseluruhan, namun ditemukan adanya penurunan risiko sebesar 20 persen terhadap jenis kanker Bifidobacterium-positif.
Meskipun penelitian ini menunjukkan hasil yang menjanjikan, ilmu pengetahuan tentang hubungan antara konsumsi yogurt dan risiko kanker kolorektal masih jauh dari kata pasti. Penelitian ini masih dalam tahap awal, dan penelitian saat ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan.
“Pertama-tama, sulit untuk mengatakan apakah penelitian tersebut mengidentifikasi sebab akibat atau sekadar hubungan,” kata penulis studi Satoko Ugai, PhD , seorang peneliti pascadoktoral di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard TH Chan, kepada Health .
Penelitian ini juga mengandalkan kebiasaan diet yang dilaporkan sendiri, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan.
(suc/suc)