Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menghukum lima bulan penjara pada M Alief Syahputra. Dia dinyatakan bersalah lantaran mencuri popok dan susu untuk anaknya yang masih berusia tiga tahun.
Alief sebenarnya pernah diusulkan dihentikan penuntutannya melalui keadilan Restoratif Justice (RJ). Namun, upaya Alief yang merupakan pekerja serabutan tak dikabulkan. Alief kini harus menghadapi jalur hukum dengan tuntutan 5 bulan penjara, setelah permohonan Restorative Justice-nya kandas.
Takdir seakan berjalan berlawanan dengan harapan ketika Alief mendapati bahwa pintu damai melalui Restorative Justice tertutup rapat, hanya karena salah satu rekannya yang juga terlibat dalam kasus pencurian ini yakni Fariz Kuswanto, hingga kini masih berstatus buron. “Tadinya, perkara ini mau diselesaikan dengan Restorative Justice, namun tidak disetujui pimpinan karena salah satu tersangka masih buron,” ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yustus One Simus Parlindungan, Rabu (6/11/2024).
Satu kalimat singkat yang menjadi kabar pahit bagi Alief. Tak hanya Alief, kabar pahit itu juga harus diterima rekannya lain yang juga terlibat melakukan pencurian yakni Ahmad Hisyam. Alirf dan Hisyam padahal sudah berharap bisa menyelesaikan kasus ini tanpa harus melalui jalur pidana.
Segalanya berawal pada Sabtu (31/8/2024) pagi di Toko Buku Serba Jaya, Surabaya. Di toko itu, Ahmad bekerja sebagai sopir dan Alief sebagai pekerja serabutan. Namun, cerita hari itu berubah ketika Alief, yang tengah bergelut dengan kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tergoda untuk mengambil jalan pintas.
Saat itu, terlintas di benak Alief untuk mendapatkan uang tambahan dengan menjual beberapa buku dari tempat kerjanya. Alief kemudian mengajak dua rekannya yakni Ahmad Hisyam dan Fariz Kuswanto, yang juga bekerja di toko tersebut. Dalam percakapan singkat di antara tiga pekerja dengan bayaran pas-pasan itu, mereka menyepakati rencana untuk menjual buku-buku di toko tersebut.
Dengan ide Hisyam, buku-buku yang dicuri akan dijual ke seorang kenalan bernama Hellton Kusuma, seorang pedagang buku eceran di Jalan Semarang, Surabaya. Menyusun kardus demi kardus buku ke dalam mobil Mitsubishi Pick Up hitam yang biasa dipakai toko, ketiganya lalu singgah di Jalan Demak untuk menemui Hellton, sebelum meneruskan pengantaran pesanan ke pembeli yang sebenarnya.
“Buku-buku tersebut dijual kepada Hellton dengan harga Rp 150 ribu per dus, dengan pembayaran yang akan diterima setelah buku-buku itu laku terjual,” tulis seperti dikutip dalam surat dakwaan.
Namun, aksi mereka tak berlangsung lama. Kecurigaan timbul di pihak toko setelah admin bernama Ferry Kurniawan mengecek rekaman CCTV. Di sana terlihat jelas perjalanan mobil mereka yang menyimpang dari rute pengiriman biasa. Setelah dikonfirmasi, Hisyam mengakui bahwa ia bersama Alief telah menjual 12 dus buku kepada Hellton.
Tak lama berselang, atas permintaan pemilik toko H. Ghozali Imron, Hellton mengembalikan buku-buku tersebut ke toko. Meski kerugian Rp 14,5 juta sudah dikembalikan, namun keterlibatan Fariz yang masih buron menjadikan upaya Restorative Justice mustahil dilakukan.
JPU Yustus menjelaskan, pengembalian kerugian dan perdamaian antara para terdakwa dan pemilik toko sejatinya bisa membuka peluang bagi Alief dan Hisyam untuk mendapat Restorative Justice. Namun, ketiadaan Fariz dalam proses hukum dan masih buron membuat perkara ini tetap harus dilanjutkan ke muka persidangan.
“Sekarang perkara disidangkan secara pidana singkat karena kerugian sudah dikembalikan dan sudah ada perdamaian, sehingga pembuktian lebih mudah,” ujar Yustus menjelaskan alasan memilih sidang pidana singkat.
Kedua pekerja toko yang berpenghasilan Rp 2,5 juta perbulan itu kini harus menghadapi tuntutan 5 bulan penjara. Kisah ini seakan menjadi pengingat bahwa godaan untuk mengambil jalan pintas kadang berujung pada kehilangan yang jauh lebih besar. Di hadapan hukum, mereka kini harus menanggung akibat dari pilihan singkat yang berujung pada nasib panjang di balik jeruji. [uci/kun]
