Penanganan HIV dan AIDS Perlu Dilakukan Secara Bersama

30 November 2023, 17:31

DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi mengatakan HIV dan AIDS masih menjadi permasalahan kesehatan global yang perlu ditangani bersama. Di Indonesia sendiri, prevalensi HIV rata-rata mencapai sekitar 0,26% kecuali di Papua dan Papua Barat yang mencapai 1,8%.

“Kondisi pandemi covid-19 yang berlangsung dari 2020-2022 juga telah membawa dampak perlambatan upaya eliminasi HIV dan AIDS. Padahal Indonesia menargetkan pada triple zero yaitu zero infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, serta zero stigma dan diskriminasi menuju Indonesia bebas HIV dan AIDS pada 2030,” ungkapnya dalam Media Briefing Hari AIDS Sedunia 2023, Kamis (30/11).

Lebih lanjut, sampai dengan September 2023, dari 515 ribu estimasi orang dengan HIV (ODHIV), baru 50% yang teridentifikasi melakukan pengobatan.

Baca juga : 7 Bayi Baru Lahir Terinfeksi HIV Selama 2023, Ibu Hamil Dianjurkan Tes HIV

“Masih terdapat gap yang perlu kita atasi karena sebetulnya kita perlu tahu dampak pengobatan terhadap mereka. Maka dari itu kita memerlukan kolaborasi dari semua pihak termasuk komunitas, karena komunitas itu mempunyai akses yang lebih besar dalam pendampingan kepada ODHIV dan bisa membantu mereka untuk mengakses layanan terapi maupun layanan laboratorium,” lanjut Imran.

Sampai saat ini, ODHIV paling besar berada di rentang usia 25-49 tahun. Sayangnya, saat ini juga diketahui penderita di bawah 4 tahun masih terbilang cukup tinggi atau kurang dari 2%.

Baca juga : Peran Komunitas Turunkan Angka HIV/AIDS Perlu Ditingkatkan

Hak itu menandakan transmisi dari ibu ke anakmasih terjadi di Indonesia. Setiap tahun masih ditemukan saja anak-anak dengan HIV.

“Jadi upaya kita untuk memutus mata rantai penyebaran perlu masih kita giatkan lagi karena kasihan anaknya kalo dia tidak dilakukan pencegahan ataupun upaya untuk memutus rantai penularan,” tegasnya.

Beberapa pilar utama untuk menangani HIV di Indonesia sendiri diantaranya pencegahan, di mana perlu dilakukan kombinasi pencegahan mulai dari pembelian kondom dan pelicin, screening dan pengobatan, alat suntik steril dan terapi. Setelah itu, dilakukan pula surveilans termasuk testing, skrining, dan lainnya.

Penanganan kasus juga menjadi hal yang penting di mana saat ini Kemenkes sudah melakukan update terhadap obat-obatan HIV dengan obat-obat yang lebih efektif dan les toxicity sehingga akan memudahkan ODHIV agar bisa mendapatkan pengobatan lebih baik.

“Kita juga memberikan terapi pencegahan tuberkolosis, mengingat penderita penyebab meninggalnya paling banyak adalah tuberkolosis, sehingga harus diberikan terapi,” ujar Imran.

Dilakukan juga promosi kesehatan dengan edukasi kesehatan reproduksi dan pencegahan dengan penerapan perilaku aman, pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta pemanfaatan media sosial.

Di tempat yang sama Zubairi Djoerban menambahkan, perlambatan upaya penanganan HIV karena pandemi juga tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di berbagai negara dunia juga terjadi hal yang sama.

“Misalnya di Amerika saja terjadi gangguan. Banyak yang putus obat dan penelitian menemukan di berbagai kota besar Amerika sekarang positif HIV meningkat sekali. Ini menjadi masalah yang semakin serius. Di Inggris juga sama, orang yang melakukan pengobatan berkurang 56%. Lalu di Eropa juga sama berkurang 50%,” kata Prof. Zubairi

Maka dari itu, dia menilai bahwa kondisi itu menggambarkan bahwa penanganan HIV di dunia sedang tidak baik-baik saja. Peta HIV sudah dalam keadaan bahaya karena responsnya terganggu secara global.

Sementara itu, Program Officer Jaringan Indonesia Positif Muhammad Chandra menegaskan masalah HIV di Indonesia masih kompleks dan inilah saatnya bagi seluruh pihak untuk membawa ide sosial movement agar tujuan di 2030 dapat tercapai.

“Komunitas tidak selalu orang-orang yang hidup dengan HIV tetapi media juga menjadi bagian dari komunitas dan menjadi penting perannya untuk memberikan informasi terkait HIV yang baik dan benar. Belajar dari Pandawara Group, dia merupakan sekumpulan pemuda yang dapat menggerakkan orang-orang untuk membersihkan lingkungan. Maka dari itu sosial movement sangat penting untuk tangani isu HIV,” pungkas Chandra. (Z-5)

DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi mengatakan HIV dan AIDS masih menjadi permasalahan kesehatan global yang perlu ditangani bersama. Di Indonesia sendiri, prevalensi HIV rata-rata mencapai sekitar 0,26% kecuali di Papua dan Papua Barat yang mencapai 1,8%.

“Kondisi pandemi covid-19 yang berlangsung dari 2020-2022 juga telah membawa dampak perlambatan upaya eliminasi HIV dan AIDS. Padahal Indonesia menargetkan pada triple zero yaitu zero infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, serta zero stigma dan diskriminasi menuju Indonesia bebas HIV dan AIDS pada 2030,” ungkapnya dalam Media Briefing Hari AIDS Sedunia 2023, Kamis (30/11).

Lebih lanjut, sampai dengan September 2023, dari 515 ribu estimasi orang dengan HIV (ODHIV), baru 50% yang teridentifikasi melakukan pengobatan.

Baca juga : 7 Bayi Baru Lahir Terinfeksi HIV Selama 2023, Ibu Hamil Dianjurkan Tes HIV

“Masih terdapat gap yang perlu kita atasi karena sebetulnya kita perlu tahu dampak pengobatan terhadap mereka. Maka dari itu kita memerlukan kolaborasi dari semua pihak termasuk komunitas, karena komunitas itu mempunyai akses yang lebih besar dalam pendampingan kepada ODHIV dan bisa membantu mereka untuk mengakses layanan terapi maupun layanan laboratorium,” lanjut Imran.

Sampai saat ini, ODHIV paling besar berada di rentang usia 25-49 tahun. Sayangnya, saat ini juga diketahui penderita di bawah 4 tahun masih terbilang cukup tinggi atau kurang dari 2%.

Baca juga : Peran Komunitas Turunkan Angka HIV/AIDS Perlu Ditingkatkan

Hak itu menandakan transmisi dari ibu ke anakmasih terjadi di Indonesia. Setiap tahun masih ditemukan saja anak-anak dengan HIV. 

“Jadi upaya kita untuk memutus mata rantai penyebaran perlu masih kita giatkan lagi karena kasihan anaknya kalo dia tidak dilakukan pencegahan ataupun upaya untuk memutus rantai penularan,” tegasnya.

Beberapa pilar utama untuk menangani HIV di Indonesia sendiri diantaranya pencegahan, di mana perlu dilakukan kombinasi pencegahan mulai dari pembelian kondom dan pelicin, screening dan pengobatan, alat suntik steril dan terapi. Setelah itu, dilakukan pula surveilans termasuk testing, skrining, dan lainnya.

Penanganan kasus juga menjadi hal yang penting di mana saat ini Kemenkes sudah melakukan update terhadap obat-obatan HIV dengan obat-obat yang lebih efektif dan les toxicity sehingga akan memudahkan ODHIV agar bisa mendapatkan pengobatan lebih baik.

“Kita juga memberikan terapi pencegahan tuberkolosis, mengingat penderita penyebab meninggalnya paling banyak adalah tuberkolosis, sehingga harus diberikan terapi,” ujar Imran.

Dilakukan juga promosi kesehatan dengan edukasi kesehatan reproduksi dan pencegahan dengan penerapan perilaku aman, pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta pemanfaatan media sosial.

Di tempat yang sama  Zubairi Djoerban menambahkan, perlambatan upaya penanganan HIV karena pandemi juga tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di berbagai negara dunia juga terjadi hal yang sama.

“Misalnya di Amerika saja terjadi gangguan. Banyak yang putus obat dan penelitian menemukan di berbagai kota besar Amerika sekarang positif HIV meningkat sekali. Ini menjadi masalah yang semakin serius. Di Inggris juga sama, orang yang melakukan pengobatan berkurang 56%. Lalu di Eropa juga sama berkurang 50%,” kata Prof. Zubairi

Maka dari itu, dia menilai bahwa kondisi itu menggambarkan bahwa penanganan HIV di dunia sedang tidak baik-baik saja. Peta HIV sudah dalam keadaan bahaya karena responsnya terganggu secara global.

Sementara itu, Program Officer Jaringan Indonesia Positif Muhammad Chandra menegaskan masalah HIV di Indonesia masih kompleks dan inilah saatnya bagi seluruh pihak untuk membawa ide sosial movement agar tujuan di 2030 dapat tercapai.

“Komunitas tidak selalu orang-orang yang hidup dengan HIV tetapi media juga menjadi bagian dari komunitas dan menjadi penting perannya untuk memberikan informasi terkait HIV yang baik dan benar. Belajar dari Pandawara Group, dia merupakan sekumpulan pemuda yang dapat menggerakkan orang-orang untuk membersihkan lingkungan. Maka dari itu sosial movement sangat penting untuk tangani isu HIV,” pungkas Chandra. (Z-5)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi