Jember (beritajatim.com) – Pemerintah daerah tidak mengabulkan 17 aspirasi publik di bidang peternakan yang diusulkan anggota DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, untuk dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2026.
Enam belas usulan yang tidak dikabulkan itu berasal dari tiga legislator PDI Perjuangan, yakni Widarto (sembilan usulan), Candra Ary Fianto (lima usulan), dan Edi Cahyo Purnomo (satu usulan). Satu usulan lagi berasal dari legislator Gerindra, Ahmad Hoirozi.
Semua usulan tersebut ditujukan kepada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jember, di antaranya berupa sosialisasi dan pembinaan tentang peternakan benih dan pakan maupun pemeliharaan ternak kelompok masyarakat, di Desa Katangpring, Klungkung, Pakusari, Pakis, Nogosari, Sukorambi, Sidomukti, Kelurahan Antirogo, Desa Jubung, Dukuh Mencek, Sukosari, Panduman, Sumberkalong, dan Sumberdanti.
Usulan tersebut diperoleh anggota DPRD Jember dari pertemuan dengan konstituen pada masa reses, dan terangkum dalam pokok pikiran atau pokir yang kemudian disampaikan anggota Dewan kepada organisasi perangkat daerah teknis.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jember Widodo Julianto mengatakan, verifikasi sudah dilaksanakan pada Maret-Mei 2025 dan ditemukan adanya ketidaksesuaian antara kamus usulan dengan proposal pokir yang masuk.
“Contoh usulan pembinaan, tapi yang muncul adalah bantuan ternak. Ini yang menjadi agak mis,” katanya, dalam rapat dengar pendapat membahas APBD 2026 di ruang Komisi B DPRD Jember, Kamis (27/11/2025).
Sementara itu Kepala Bidang Peternakan Dinas Ketahanan Pangan Peternakan dan Perikanan Jember Elok Kristanti mengatakan, tidak ada plafon anggaran untuk 17 usulan tersebut dalam APBD 2026.
Tidak dikabulkannya usulan pokir ini bukan hal baru. Sebelumnya dalam APBD Jember 2025, ada usulan pokir bantuan sektor peternakan untuk 34 kelompok masyarakat yang tertolak setelah Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan melakukan verifikasi.
Anggota Komisi B DPRD Jember Wahyu Prayudi Nugroho memperoleh informasi adanya kesalahan kode rekening yang membuat usulan pokir tidak terealisasi. “Menurut informasi yang saya terima, kode rekening yang awalnya adalah barang dan jasa yang diserahkan kepada masyarakat, setelah melakukan diskusi ke kejaksaan, yang betul kode rekeningnya adalah hibah dan bansos,” katanya.
Alasan ini bikin Nugroho bingung. “Di beberapa OPD tidak ada kode rekening bansos dan hibah, tapi tetap kode rekening barang dan jasa yang diserahkan kepada masyarakat. Ini ada kontradiksi. Kenapa kok antara sesama OPD berbeda-beda?” katanya.
Elok Kristanti mengatakan, belanja langsung barang dan jasa yang diusulkan untuk diserahkan kepada masyarakat tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2025.
Berdasarkan permendagri itu, lanjut Elok, belanja barang dan jasa untuk masyarakat dari pemerintah daerah dibatasi untuk barang dan jasa yang memiliki nilai manfaat kurang dari 12 bulan. “Sementara belanja sapi, nilai usia pemanfaatannya lebih dari satu tahun,” katanya.
Usulan pokir, lanjut Elok, lebih sesuai dengan menggunakan mekanisme hibah. “Ini karena sifatnya bottom to up. Mekanisme bottom to up sering digunakan dalam konteks perencanaan pembangunan, misal saat masyarakat atau kelompok menyampaikan aspirasi ke pemda saat penyusunan APBD. Sementara belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat adalah top down. Misalnya bantuan pemerintah untuk program prioritas pengetasan kemiskinan,” katanya.
Anggota DPRD Jember Dianggap Membual
Tidak direalisasikannya usulan pokir ini membuat Nilam Noor Fadilah Wulandari, anggota Komisi B dari Golkar, geram. “Ada konstituen saya yang mengabarkan sudah disurvei Dinas di lapangan. Ternyata sampai sekarang belum dikeluarkan. Katanya diambil gambarnya saja,” katanya.
Nilam mengaku berkali-kali ditagih oleh warga karena urusan usulan bantuan dari pemerintah ini. “Kebanyakan selalu hanya dicek oleh Dinas, tapi realisasinya tidak ada. Makanya saya sampai dibilang anggota Dewan yang cukup cerpak (omong kosong atau membual, bahasa Madura),” katanya.
Hal ini membuat Nilanm sakit hati dan pesimistis dengan pembahasan APBD Jember. “Kalau dibilang carpak satu kali, enggak apa-apa. Kalau berkali-kali ya agak ruwet juga. Akhirnya memang saya menyimpulkan satu tahun ini, kalau Dewan harus bertumpu pada APBD kayaknya zonk semua deh,” katanya.
Padahal, Nilam mengaku sudah mengeluarkan uang pribadi untuk membantu kelompok masyarakat memenuhi aspek legalitas administrasi di Kementerian Hukum. Ada sepuluh kelompok masyarakat yang difasilitasinya untuk memperoleh legalitas dari Kementerian Hukum sebagai syarat memperoleh bantuan pemerintah. “Biayanya Rp 2,5 juta per kelompok. Kalau sepuluh kelompok, lumayan juga,” katanya.
Widodo Julianto mengatakan tidak ada niat untuk tidak merealisasikan usulan pokir anggota Dewan. “Sebenarnya kita ingin realisasikan. Itu semangat kita sebenarnya. Apa yang diusulkan Dewan, kami survei. Itu niatan awal kita, benar-benar akan merealisasikan,” katanya.
Namun selain karena faktor regulasi, menurut Widodo, ada temuan bermacam-macam dari hasil survei Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan. Bukan hanya soal legalitas kelompok. tim survei menemukan ada kelompok tanpa anggota dan calon penerima pokir yang bukan peternak.
“Banyak hal di situ yang akhirnya agar sama-sama adil dan untuk kebersamaan, (pokir) tahun anggaran 2025 tidak kami realisasi,” kata Widodo.
Di luar usulan pokir anggota Dewan untuk masyarakat, menurut Widodo, ada bantuan domba untuk sepuluh kelompok dari Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, yang bekerja sama dengan Kementerian Pertanian pada awal Desember 2025.
Setiap kelompok akan memperoleh bantuan sepuluh ekor domba. Mereka yang dibantu adalah warga yang termasuk dalam kategori Desil 1 hingga Desil 3 berdasarkan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional. “Kami hanya mendampingi untuk verifikasi dan validasi,” kata Widodo.
Sementara itu untuk 2026, Widodo menegaskan, tidak ada sama sekali alokasi anggaran untuk barang yang diserahkan kepada masyarakat, baik di peternakan maupun di kesehatan hewan.
Mangku Heri, anggota Komisi B dari Partai Keadilan Sejahtera, memperoleh informasi bahwa pokir usulan DPRD Jember hanya diperuntukkan pembangunan infrastruktur. “Oleh sebab itu kami sangat berharap dinas mitra komisi bisa sedikit memfasilitasi kami untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat,” katanya.
Mangku percaya program kerja Pemkab Jember berdampak luar biasa terhadap masyarakat. “Tapi kami sebagai wakil masyarakat di daerah pemilihan, kalau tidak bisa memperjuangkan satu pun program kan lucu juga,” katanya. [wir]
