GELORA.CO – Pemerintah melakukan penarikan utang baru Rp 483,6 triliun hingga akhir November 2024 dalam upaya menutupi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jumlah utang tersebut mencakup 74,6 persen dari APBN.
Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menjelaskan angka total itu didominasi Surat Berharga Negara (SBN) neto senilai Rp 437,2 triliun atau 65,6 persen terhadap APBN. Sedangkan pinjaman mencapai nilai Rp 46,4 triliun atau (252,9) persen terhadap APBN.
Sementara itu, pembiayaan non-utang seperti dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) maupun sumber non-utang lainnya terealisasi sebesar minus Rp 54,8 triliun per November 2024. Menurut Thomas, angka ini masih berada dalam level terkendali dan pemerintah berfokus menjaga kesinambungan anggaran.
“Secara umum, berbagai langkah pengendalian pembiayaan telah diimplementasikan untuk mendukung tujuan kesinambungan APBN,” ujarnya saat konferensi pers APBN KiTA Edisi Desember di kantor Kementerian Keuangan, Rabu, 11 Desember 2024.
Keponakan Presiden Prabowo Subianto itu menambahkan, upaya untuk menjaga pencapaian target pembiayaan tetap berada di jalurnya. Hal ini dilakukan dengan memastikan cost of fund tetap efisien dan risiko terkendali.
Adapun, total realisasi pembiayaan anggaran per 30 November 2024 adalah sebesar Rp 428,8 triliun atau 82 persen dari APBN.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni November 2023, pembiayaan anggaran dengan utang mengalami peningkatan. Tercatat per November 2023 penarikan utang adalah sebesar Rp 333,4 triliun atau 79,2 persen terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Rincian APBN 2023.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan APBN per 30 November 2024 mengalami defisit sebanyak Rp 401,8 triliun. Jumlah itu mencakup 76,8 persen dari defisit yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN 2024.
Di dalam Pasal 7 UU APBN 2024, tercatat bahwa di APBN tahun ini terdapat defisit anggaran sebesar Rp 522,8 triliun. Hal ini berarti besaran defisit APBN per November 2024 merupakan 76,8 persen dari defisit yang ada di dalam undang-undang.
Jika dihitung dari ukuran produk domestik bruto (PDB), angka defisit Rp 401,8 triliun berarti minus 1,81 persen dari PDB.
Sri Mulyani mencatat walaupun postur APBN mengalami defisit bulan ini, tetapi keseimbangan primer masih mengalami surplus Rp 47,1 triliun.