Jakarta: Pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau yang dikenal dengan istilah presidential threshold. Keputusan tersebut final.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra dalam keterangannya, Jumat 3 Januari 2025.
Ia menegaskan bahwa seluruh pihak, termasuk pemerintah, harus mematuhi putusan MK yang tidak bisa diganggu gugat, dan tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan. Yusril juga menambahkan bahwa meskipun sudah ada lebih dari 30 kali permohonan untuk menguji Pasal 222 UU Pemilu, baru pada pengujian terakhir permohonan tersebut dikabulkan.
Baca juga: Dihapus MK, Apa Itu Presidential Threshold?
Pemerintah, lanjut Yusril, menyadari adanya perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu jika dibandingkan dengan putusan-putusan sebelumnya. Meskipun demikian, pemerintah tetap menghormati keputusan tersebut dan memilih untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut, sebagaimana yang bisa dilakukan oleh akademisi atau aktivis.
“Apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” ucap Yusril.
Selanjutnya, Yusril menyatakan bahwa dengan adanya keputusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden, pemerintah akan mempersiapkan pembahasan terkait pengaruhnya terhadap pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ujarnya.
Jakarta: Pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau yang dikenal dengan istilah presidential threshold. Keputusan tersebut final.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra dalam keterangannya, Jumat 3 Januari 2025.
Ia menegaskan bahwa seluruh pihak, termasuk pemerintah, harus mematuhi putusan MK yang tidak bisa diganggu gugat, dan tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan. Yusril juga menambahkan bahwa meskipun sudah ada lebih dari 30 kali permohonan untuk menguji Pasal 222 UU Pemilu, baru pada pengujian terakhir permohonan tersebut dikabulkan.
Baca juga: Dihapus MK, Apa Itu Presidential Threshold?
Pemerintah, lanjut Yusril, menyadari adanya perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu jika dibandingkan dengan putusan-putusan sebelumnya. Meskipun demikian, pemerintah tetap menghormati keputusan tersebut dan memilih untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut, sebagaimana yang bisa dilakukan oleh akademisi atau aktivis.
“Apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” ucap Yusril.
Selanjutnya, Yusril menyatakan bahwa dengan adanya keputusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden, pemerintah akan mempersiapkan pembahasan terkait pengaruhnya terhadap pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DHI)