Pemerintah Ajukan Banding Dalam Kasus Navayo ke Pengadilan Perancis
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah akan mengajukan banding atas putusan pengadilan Perancis dalam kasus
Navayo International AG
kontra Kementerian Pertahanan RI. Sidang dijadwalkan dimulai pada Mei 2025.
“Kami berharap pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai fakta yang ada dan membatalkan keputusan yang telah diambil sebelumnya,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI
Yusril Ihza Mahendra
, melansir Antara, Kamis (27/3/2025).
Lewat banding, ia menambahkan, pemerintah akan menyampaikan keberatan, sanggahan dan bantahan atas putusan yang telah diambil sebelumnya.
Untuk menghadapi sidang tersebut, KBRI Paris telah menunjuk pengacara Perancis yang telah berpengalaman dalam menangani kasus penyitaan aset negara.
Yusril menuturkan pengacara tersebut pernah menangani kasus serupa bagi negara Kongo, sehingga dirinya meyakini pengacara itu dapat membantu membela kepentingan pemerintah Indonesia di pengadilan Prancis.
Selain itu, sambung dia, Kemenko Kumham Imipas RI juga akan mengirimkan perwakilan untuk memberikan keterangan dalam persidangan.
Menko pun menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah hukum di dalam negeri terkait kasus Navayo Internasional.
Langkah dimaksud, yakni dengan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI guna menangani dugaan kecurangan atau
fraud
dalam perjanjian antara Navayo dengan Kemenhan RI.
“Dugaan
fraud
ini telah dikemukakan dalam persidangan arbitrase Singapura, namun langkah hukum pidana tetap diperlukan untuk menangani kasus ini lebih lanjut,” ungkapnya.
Yusril menambahkan, pemerintah menghormati putusan pengadilan Perancis dalam kasus ini. Namun, ada sejumlah prosedur yang perlu disorot karena tidak diambil pengadilan.
Misalnya, pengadilan menetapkan penyitaan terhadap aset diplomatik tanpa memanggil pihak pemerintah Indonesia dalam persidangan.
Langkah tersebut, kata dia, bertentangan dengan asas-asas praktik pengadilan internasional, di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara seharusnya diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan sebelum putusan dijatuhkan.
“Kelalaian terhadap prinsip ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kredibilitas pengadilan Perancis dalam menangani permohonan yang diajukan oleh Navayo Internasional,” kata Menko menegaskan.
Selain itu, dia pun menegaskan bahwa berbagai aset yang disita merupakan objek diplomatik, yang seharusnya dilindungi oleh Konvensi Wina, sehingga tidak boleh disita oleh pihak swasta.
Disebutkan bahwa apabila penyitaan tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional.
Menanggapi keberatan yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia, pihak Perancis menyatakan bahwa seluruh informasi terkait telah disampaikan kepada Pengadilan, termasuk konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Perancis bahwa aset yang disita merupakan properti diplomatik pemerintah Indonesia.
Untuk itu, pengadilan Perancis memberikan kesempatan bagi pemerintah Indonesia untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Adapun kasus tersebut terkait proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Pada 2016, Kemenhan RI menandatangani kontrak dengan pihak swasta asing untuk pengadaan Satkomhan tersebut, salah satunya dengan Navayo International AG.
Berdasarkan perjanjian yang diteken, terdapat ketentuan bahwa apabila terjadi sengketa (dispute) akan diputus oleh arbitrase Singapura. Navayo kemudian mengajukan gugatan ke arbitrase Singapura yang putusannya mengharuskan pemerintah Indonesia membayar sejumlah ganti rugi.
Permasalahan terus berlarut-larut hingga pada 2022, perusahaan asal Eropa itu mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Perancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris.
Adapun pada tahun 2024, pengadilan Perancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset tersebut, merupakan rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.
Selain upaya pembatalan penyitaan aset pemerintah Indonesia, Menko Kumham Imipas RI bersama Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin turut membahas kemungkinan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Prancis di bidang hukum.
Beberapa agenda utama yang dibahas meliputi perjanjian ekstradisi, pertukaran serta pemulangan narapidana (exchange and transfer of prisoner), serta perjanjian bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA) antara kedua negara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Pemerintah Ajukan Banding Dalam Kasus Navayo ke Pengadilan Perancis
/data/photo/2025/02/20/67b7123e000a6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)