Jakarta –
Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menangguhkan larangan operasional selama 90 hari bagi aplikasi asal China, TikTok. Ia mengatakan, larangan bagi TikTok tidak akan diumumkan pada hari pelantikannya pada Senin (20/1/2025) di Washington, besok.
Mengutip laporan Reuters, TikTok saat ini memiliki pengguna 170 juta di AS. Adapun para pengguna TikTok mengaku cemas karena bakal ditutup otoritas AS pada Jumat (17/1/2025) kemarin.
“Perpanjangan 90 hari adalah sesuatu yang kemungkinan besar akan dilakukan, karena itu tepat. Jika saya memutuskan untuk melakukannya, saya mungkin akan mengumumkannya pada hari Senin,” kata Trump sebagaimana dikutip dari Reuters, Minggu (19/1/2025).
Adapun TikTok sendiri disebut berhasil memikat hampir setengah dari seluruh warga AS, memberdayakan bisnis kecil, dan membentuk budaya daring. Larangan itu kemungkinan dapat ditangguhkan jika Pemerintahan Presiden Joe Biden memberikan jaminan kepada perusahaan-perusahaan seperti Apple dan Google bahwa mereka tidak akan menghadapi tindakan penegakan hukum saat larangan berlaku.
Berdasarkan undang-undang yang disahkan tahun lalu dan resmi berlaku pada Jumat lalu oleh Mahkamah Agung, TikTok memiliki waktu hingga hari Minggu untuk memutuskan hubungan dengan induknya yang berkantor pusat di China, ByteDance.
Sementara Gedung Putih, menegaskan bahwa pemerintahan Trump perlu mengambil tindakan dan kemungkinan penutupan pada hari Minggu.
TikTok tidak menanggapi permintaan komentar atas pernyataan baru Gedung Putih tersebut. Kedutaan Besar China di Washington pada hari Jumat menuduh AS menggunakan kekuasaan negara yang tidak adil untuk menekan TikTok.
“China akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk secara tegas melindungi hak dan kepentingannya yang sah,” kata seorang juru bicara.
Diketahui, Mahkamah Agung dengan suara bulat menetapkan larangan tersebut dengan dalih hukum keamanan nasional. Tanpa keputusan Biden untuk secara resmi menunda 90 hari pada batas waktu, perusahaan yang menyediakan layanan untuk TikTok atau menjadi host aplikasi tersebut dapat menghadapi tanggung jawab keuangan yang sangat besar.
Sebelumnya, Trump mencoba melarang dan memaksa divestasi TikTok pada tahun 2020 tetapi diblokir oleh pengadilan AS. Akibat ketidakpastian operasional TikTok, para pengguna mulai beralih ke alternatif lain termasuk RedNote yang berbasis di China. Rivals Meta, hingga Snap.
Jika melihat saham aplikasi alternatif tersebut, tercatat naik bulan ini menjelang larangan TikTok, karena investor bertaruh pada masuknya pengguna dan iklan. Perusahaan pemasaran yang bergantung pada TikTok telah bergegas menyiapkan rencana darurat.
Namun begitu, terdapat sinyal TikTok bisa bangkit kembali di bawah kepemimpinan Trump lantaran dianggap ingin mengejar resolusi politik atas masalah tersebut. CEO TikTok, Shou Zi Chew, juga dikabarkan berencana menghadiri pelantikan presiden AS dan menghadiri rapat umum bersama Trump pada hari Minggu.
(kil/kil)