Pelaku Usaha Ekspor Keberatan DHE Wajib Parkir di Himbara

Pelaku Usaha Ekspor Keberatan DHE Wajib Parkir di Himbara

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha ekspor keberatan dengan rencana pemerintah menerapkan sentralisasi devisa hasil ekspor (DHE) ke rekening perbankan pelat merah (Himbara) mulai 1 Januari 2026. 

Sekadar info, aturan DHE terbaru yang akan berlaku tahun depan itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2025, utamanya mewajibkan pelaku usaha ekspor menyimpan DHE dalam sistem keuangan nasional paling tidak selama 12 bulan. 

Adapun, PP sebenarnya tidak menyebut adanya sentralisasi ke rekening Himbara. Ide ini mengemuka karena evaluasi kebijakan sebelumnya, sebab menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, banyak bank-bank kecil yang menerima DHE justru memutarnya lagi ke luar negeri, sehingga kontraproduktif dengan upaya memperkuat likuiditas dolar dalam negeri. 

Rencana itu mendapat sorotan dari beberapa pelaku usaha ekspor. Salah satunya mewakili komoditas perkebunan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono berharap agar rencana tersebut dipertimbangkan kembali.

“Gapki sudah bersurat mohon agar dipertimbangkan lagi, sebab operasional bisa terganggu, dan kalau harus pinjam bank, sudah pasti ada tambahan biaya bunga, artinya biaya jadi meningkat. Masalahnya juga apabila ada pembiayaan dari non-Himbara, tapi ini akan saya cek dulu ke anggota,” ungkapnya kepada Bisnis, dikutip Minggu (21/12/2025).

Senada, mewakili komoditas perikanan-kelautan, Gabungan Asosiasi Perikanan Indonesia (GAPI) menyebut para anggota yang terdampak aturan DHE anyar akan tertatih-tatih buat menjalani 2026.

Ketua Umum GAPI Budhi Wibowo menjelaskan bisnis para anggota terutama terdampak aturan pencairan maksimal dolar AS ke rupiah maksimal hanya 50% dan sisanya harus ditahan.

“Dampaknya berat, mengingat profit margin industri perikanan pada umumnya dibawah 5%. Jadi kalau 50% hasil ekspor tidak boleh dicairkan selama 12 bulan, lantas dari mana kami bisa dapat tambahan modal kerja untuk membeli bahan baku?” ungkapnya kepada Bisnis.

Selain itu, kewajiban penempatan DHE di bank-bank Himbara juga akan menjadi masalah, sebab akan menimbulkan mekanisme kerja administratif tambahan buat para anggota yang telanjur dekat dengan bank swasta nasional.

“Banyak pelaku usaha ekspor yang mendapatkan fasilitas kreditnya dari bank non-Himbara. Tentu bank tersebut akan sangat dirugikan kalau DHE kemudian harus disimpannya di tempat lain. Oleh karena itu, GAPI sangat mengharapkan pemerintah membatalkan rencana tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur berharap aturan baru ini tak menyentuh pelaku usaha ekspor pengolah komoditas kehutanan berbasis padat karya.

“Pertama-tama, perlu dicermati bahwa konsep sentralisasi DHE di Himbara sebenarnya lebih cocok diterapkan pada sektor berbasis komoditas alam yang memang memiliki nilai jual besar, margin tinggi, dan tidak membutuhkan perputaran modal harian yang cepat. Kalau sudah masuk ranah industri kerajinan, kondisinya sangat berbeda,” jelasnya ketika dihubungi Bisnis.

Industri pengolahan kayu yang termasuk sektor kerajinan, seperti mebel atau furnitur, justru membutuhkan kelincahan arus modal kerja, bukan pengetatan administratif yang berpotensi menurunkan daya saing Indonesia di pasar global.

“Arus kas industri ini hidup dari siklus produksi harian. Mulai dari pembelian bahan baku, ongkos tenaga kerja, finishing, packaging, dan shipping. Jika DHE kami juga termasuk yang harus parkir lebih lama atau hanya bisa berputar di kanal tertentu, bebannya akan langsung terasa di lingkup pabrik, apalagi UKM dan mid-size eksportir yang jumlahnya ribuan,” tambahnya.

Menurutnya sentralisasi DHE dapat diterapkan pada sektor non-manufaktur yang tidak bergantung pada modal kerja harian.

Industri padat karya justru harus diberikan fleksibilitas penuh, sebab harus membayar gaji tepat waktu, membeli bahan baku setiap minggu, dan menjaga suplai produksi tidak putus agar lead time lancar, sehingga buyer di luar negeri tak lantas berpaling ke negara kompetitor.

Alhasil, untuk industri mebel & kerajinan, pemerintah cukup memperkuat kepastian transaksi valas dan transparansi, tanpa mengikat aliran cashflow secara ketat.

“Industri kami sedang bersaing ketat dengan Vietnam, Malaysia, dan China. Jika arus kas terganggu atau biaya transaksi bertambah, daya saing turun dan buyer bisa berpindah ke negara lain. Sektor komoditas mungkin mampu menahan DHE lebih lama. Tapi untuk industri manufaktur padat karya, ruang napasnya jauh lebih sempit,” katanya.