Pelaku Penganiayaan Pemilik Restoran Hainan Masih Bebas, Kuasa Hukum : Perkara Sederhana jadi Rumit

Pelaku Penganiayaan Pemilik Restoran Hainan Masih Bebas, Kuasa Hukum : Perkara Sederhana jadi Rumit

Surabaya (beritajatim.com) – Pelaku penganiayaan pemilik restoran Hainan, Jalan Pahlawan, Bubutan masih bebas berkeliaran. Kasus yang dilaporkan pada 21 April 2024 itu belum tuntas walaupun sudah pada tahap gelar penetapan.

Kuasa hukum Tjiu Hong Meng alias Ameng, Firman Rachmanudin menyayangkan proses penanganan kasus yang lambat hingga penyidikan atas kasus yang sebetulnya dapat dibuktikan secara sederhana itu. Menurut Komeng, Visum dan saksi harusnya sudah cukup untuk dapat menyimpulkan para pelaku penganiayaan.

“Bukan malah berbelit pada motif penganiayaan. Perbuatan dan peristiwa hukum dugaan pidananya sudah jelas,” kata Firman kepada Beritajatim.com, Senin (01/07/2024).

Firman menjelaskan sesuai Perkap nomor 12 tahun 2009 tentang klasifikasi perkara batas maksimal penyidikan itu dikategorikan berdasarkan tingkat kesulitan. Menurut Firman, Perkara penganiayaan yang menjerat Ameng merupakan kasus yang mudah apalagi ditangani oleh penyidik Polrestabes Surabaya yang diatas rata-rata.

“Kalau ada orang dipukul, lalu ada akibat trauma dari pemukulan tersebut kemudian disaksikan oleh beberapa orang dan menjadi bagian dari alat bukti yang sah sesuai pasal 183 KUHAP. Maka harusnya dengan kompetensi penyidik Polrestabes Surabaya yang diatas rata-rata ini menjadi perkara yang mudah dengan batas maksimal 30 hari penyelesaian sampai dilimpahkan pada jaksa,” lanjutnya.

Atas lambannya penanganan kasus ini, Firman menduga ada intervensi peran serta mafia hukum. Hal itu berlandaskan pada kliennya yang sempat didatangi oleh orang yang mengaku sebagai utusan tokoh terkenal di Surabaya. Perwakilan tokoh terkenal itu, menawarkan perdamaian dengan terduga pelaku.

“Beberapa waktu lalu, klien kami sempat bercerita didatangi oleh salah satu utusan dari tokoh terkenal di Surabaya. Menurutnya kedatang tersebut membawa misi untuk mendamaikan para terduga pelaku dengan klien kami,” lanjutnya.

Selain proses laporan yang lamban, Firman juga menyoroti proses hukum yang sedang menjerat kliennya di Polsek Bubutan atas peristiwa yang sama. Dalam perkara laporan penganiayaan yang dibuat oleh saudara kandung Ameng, tidak ada satupun saksi dari pegawai restoran Hainan yang diperiksa oleh penyidik Polsek Bubutan. Namun, petugas Polsek Bubutan berani menaikan perkara dari lidik ke sidik.

“Fungsi saksi adalah sebagai pertimbangan penyidik menentukan arah perkara dan menambah keyakinan penyidik atas penanganan suatu perkara. Jika dalam peristiwa yang sama namun ada laporan yang berbeda, penyidik yang berkompeten seharusnya memanggil para pihak dan saksi-saksi yang berada di lokasi kejadian untuk dimintai keterangannya sebagai upaya membentuk objektivitas penanganan perkara,” kata Firman.

Atas kejanggalan-kejanggalan yang dialami oleh kliennya, Firman pun telah meminta perlindungan ke Lembaga Saksi dan Korban Republik Indonesia. “Langkah ini kami lakukan sebagai wujud memperjuangkan hak hukum dan kebenaran terhadap korban. Alhamdulillah aduan kami sudah diterima dan menunggu tindak lanjut dari LPSK pusat,” tandasnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono belum memberikan statement resmi atas peristiwa ini. (ang/kun)