Jember (beritajatim.com) – PDI Perjuangan di Kabupaten Jember, Jawa Timur, merupakan satu-satunya partai yang tidak mengusung Bupati Muhammad Fawait saat pemilihan kepala daerah dan juga berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto.
Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Widarto menyebut partainya berposisi sebagai partai penyeimbang. “Kami tidak mengenal istilah partai oposisi,” katanya, dalam acara Forum Grup Diskusi di Hotel Cempaka Hill, Minggu (9/11/2025).
Dalam posisi partai penyeimbang, Widarto menegaskan dukungan kepada program-program eksekutif yang berada di jalur yang tepat. “Tapi ketika ada program kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, kami akan kritisi sekaligus memberi solusi. Tidak waton suloyo atay asal beda,” katanya.
Posisi PDI Perjuangan ini dipuji Jayus, pakar hukum dan mantan dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, yang hadir sebagai salah satu narasumber FGD. “PDI Perjuangan jangan takut karena sendirian,” katanya. Ia yakin rakyat akan memilih partai yang secara ideologis memperjuangkan mereka.
Sementara itu, Fendi Setyawan, dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, mengingatkan lima isu strategis yang harus diusung PDI Perjuangan Jember. “Pertama adalah memperkuat pemahaman Pancasilan, yakni wawasan kesejarahan, wawasan konseptual, wawasan yuridis, wawasan visional, wawasan implementatif, yakni dimensi pengetahuan/ filosofis, keyakinan, dan tindakan,” kayanya.
Isu berikutnya adalah membangun inklusi sosial. Menurut Fendi, isu ini penting di tengah menguatnya gejala polarisasi dan fragmentasi sosial baik berbasis identitas keagamaan, kesukuan, golongan dan kelas-kelas sosial, menguatnya politisasi identitas baik berdasarkan suku, ras maupun agama, serta lemahnya budaya kewargaan.
Isu ketiga adalah mengatasi kesenjangan sosial. “Ini menyangkut kebijakan pembangunan yang masih berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daripada peningkatan pemerataan,” kata Fendi.
Isu ini, lanjut Fendi, juga terkait dengan masih lemahnya kerangka regulasi yang mendorong kemandirian dan inklusi ekonomi, serta lebih mengutamakan kepentingan nasional; dan nasih tingginya tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi.
Pelembagaan Pancasila menjadi isu strategis berikutnya. “Saya melihat lemahnya institusionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kelembagaan sosial politik, ekonomi dan budaya; kurangnya konsistensi dalam menjadikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sampai peraturan daerah,” kata Fendi.
Terakhir adalah isu keteladanan. Menurut Fendi, isu keteladanan menjadi penting seiring semakin maraknya sikap dan perilaku destruktif yang lebih mengedepankan hal-hal negatif di ruang publik dan kurangnya apresiasi maupun insentif terhadap prestasi dan praktik-praktik baik/ teladan di masyarakat. [wir]
