PBNU Minta Pemerintah Hindari Langkah Koersif terhadap Warga Rempang

15 September 2023, 16:22

Jakarta, CNN Indonesia — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak pemerintah agar memperbaiki pola komunikasi ke masyarakat Rempang, Batam soal proyek strategis nasional (PSN) Eco City, dan segera menghentikan pendekatan koersif atau melalui kekerasan.
Demikian pernyataan resmi organisasi itu yang dibacakan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (15/9).
“PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada Pemerintah agar mengutamakan musyawarah (syura’) dan menghindarkan pendekatan koersif,” jelas Ulil membacakan pernyataan PBNU.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Segera menghadirkan solusi penyelesaian persoalan ini, dengan memastikan agar kelompok yang lemah (mustadh’afin) dipenuhi hak-haknya, serta diberikan afirmasi dan fasilitasi,” imbuhnya.

Dalam pernyataannya, PBNU menegaskan pengambilalihan tanah yang dikelola rakyat oleh negara bisa dinyatakan hukumnya haram.
“PBNU berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram,” kata Ulll.
“Hukum haram tersebut jika pengambilalihan tanah oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang,” imbuhnya.
Kendati demikian, Ulil mengatakan PBNU menilai pemerintah tetap berwenang untuk mengambilalih tanah rakyat dengan catatan harus dilakukan sesuai hukum dan bertujuan untuk memberikan kemakmuran serta keadilan bagi masyarakat.
“Syarat pengambilalihan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan, dengan tujuan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan tentu harus menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik dan/atau pengelola lahan,” ujar Ulil membacakan pernyataan organisasi tersebut.

Diketahui, konflik yang terjadi di Pulau Rempang dan Galang akibat ambisi pemerintah untuk mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.
Akibat rencana tersebut, pemerintah berencana untuk merelokasi warga yang tempat tinggalnya terdampak pembangunan proyek tersebut. Jumlah warga tersebut diperkirakan antara 7 ribu sampai 10 ribu jiwa.
Proyek yang dikerjakan PT Makmur Elok Graha (MEG) itu ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas pulau Rempang 16.500 hektare.
Namun, sejumlah warga menolak rencana tersebut hingga menyebabkan pecahnya bentrok antara aparat dan warga yang terjadi pada tanggal 7 dan 11 September lalu.
Meski terdapat penolakan, pihak kepolisian menegaskan upaya relokasi warga akibat rencana pembangunan proyek tersebut terus berlanjut. Kabid Humas Polda Kepri Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengatakan tak ada proses upaya relokasi yang terhenti walau terdapat warga yang menolak.
“Pascakejadian itu tetap dilakukan suatu sosialisasi bahkan juga melakukan pengukuran (lahan) itu adalah tim terpadu dari BP Batam,” kata Pandra saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telefon, Senin (11/9).
Teranyar, Mabes Polri mengaku telah mengirim personel tambahan ke Rempang untuk membantu pengamanan akibat kericuhan terjadi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pengerahan 4 Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau setara 400 personel dilakukan dalam rangka pengamanan mediasi dan dialog terkait proses relokasi dari Rempang.
“Tentunya kekuatan personel saat ini terus kita tambah ada kurang lebih 4 SSK sampai hari ini yang kita tambahkan dan ini akan terus kita tambah disesuaikan dengan eskalasi ancaman yang terjadi,” kata Sigit kepada wartawan, Kamis (14/9). (mab/kid)

[Gambas:Video CNN]