Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump dipastikan akan kembali ke Gedung Putih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-47 tahun depan. Kemenangan Trump dari Partai Republik ini diyakini bakal berdampak besar terhadap ekonomi dan tata politik dunia.
Kemenangan Trump disebut-sebut dapat memberikan efek positif hingga negatif bagi proses perdamaian antara Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut). Hal ini disampaikan oleh Sheen Seong Ho, dekan sekaligus profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul (SNU).
“Trump kembali ke Gedung Putih, apakah ini baik atau buruk bagi situasi di Semenanjung Korea? Saya pikir, ironisnya, Trump dapat memberikan efek positif,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Membayangkan Kembali Peran Indonesia: Menetapkan Jalan Baru untuk Keterlibatan Antar-Korea dan Stabilitas Regional’ yang digelar oleh FPCI dan Korea Foundation di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (15/11/2024).
Menurut Sheen, efek positif akan terjadi jika Trump berusaha untuk kembali terlibat dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un. Sebagai informasi, Kim masih terus mengembangkan program nuklirnya sejak kegagalan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Amerika Serikat-Korea Utara di Hanoi, Vietnam pada 2019.
“Jika Trump berunding dengan Kim Jong Un, dan Kim Jong Un mencoba berunding lagi dengan Trump, setidaknya harus ada semacam negosiasi atau kesepakatan untuk menghentikan atau menangani program nuklir Korea Utara,” ujar Sheen.
Tentu saja Sheen menyebut tidak yakin atau berharap bahwa penyelesaian masalah nuklir Korea Utara akan tuntas secara permanen lewat negosiasi Trump-Kim. “Tetapi setidaknya mungkin hal itu dapat memberikan beberapa hal hebat pada program Korea Utara yang sedang berlangsung. Dengan demikian, hal itu akan menjadi pengembangan yang positif,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Sheen, jika Kim akan melanjutkan pertemuan atau pembicaraannya dengan Trump, itu pasti akan membantu meredakan ketegangan di Semenanjung Korea. Selama ini Korut disebut terus menciptakan tekanan dan ketegangan militer kepada Korsel.
Meski begitu, Sheen tidak menutup mata terkait perkembangan negatif jika pertemuan Trump dan Kim tidak berjalan dengan baik.
“Jika Anda ingat sebelum pertemuan puncak terakhir antara Kim Jong Un dan Trump, ada periode meningkatnya ketegangan antara kita dan Korea Utara karena kedua pemimpin ini saling mengancam. Jadi itu bisa menjadi kemungkinan lain yang berbeda,” katanya.
“Dalam hal itu, mungkin itu akan menjadi semacam perkembangan negatif.”
Saat Trump menjabat sebagai presiden AS ke-45, hubungannya dengan Kim sempat memanas. Pada 2020, Korut sempat mengeluarkan peringatan ke AS, di mana Pyongyang mengatakan akan sulit mempertahankan hubungan pribadi yang terjalin antara Kim dan Trump.
Pasalnya Washington, dianggap Korut, selalu mengeluarkan kebijakan yang bermusuhan dengan Pyongyang. Bahkan, kebijakan AS dianggap bukti bahwa negeri itu akan jadi ancaman panjang bagi Korut dan rakyatnya.
Meski begitu, keduanya pernah bertemu sebanyak tiga kali di tiga wilayah berbeda, yaitu di Singapura, Vietnam dan Zona Demiliterisasi (DMZ) yang membagi Korea Utara dan Selatan. Itu merupakan salah satu momen bersejarah yang berhasil dicapai AS dan untuk dunia.
(fab/fab)