Ortu Tiara di Lamongan dari Jualan Es Tebu Hingga Sempol Biayai Kuliah Sampai Selesai

Ortu Tiara di Lamongan dari Jualan Es Tebu Hingga Sempol Biayai Kuliah Sampai Selesai

Lamongan  (beritajatim.com)– Kesunyian yang pekat menyelimuti rumah sederhana di Desa Made, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan.

Pagar terkunci rapat, pintu tertutup. Ruang hampa itu menjadi saksi duka terdalam yang tengah menghimpit keluarga pemilik rumah, setelah salah satu putri mereka ditemukan terbunuh di jurang Pacet mojokerto,

Terlihat juga gerobak sempol yang biasanya digunakan untuk berjualan di sekitar Masjid Agung setempat.

Tiara Angelina Saraswati (25), teridentifikasi sebagai korban mutilasi mengerikan yang potongan tubuhnya ditemukan tercecer di jurang kawasan Pacet, Mojokerto.

Suasana hening itu kontras dengan aktivitas warga lainnya. Tiada lalu lalang, tiada suara. Hanya desau angin yang seolah ikut berbagi nestapa.

Kepala Desa Made, Eko Widianto, mengonfirmasi bahwa pihaknya masih menunggu informasi resmi dari kepolisian.

“Yang kami terima masih sebatas informasi awal. Petugas semalam datang untuk mencocokkan alamat dan identitas orang tua korban,” ujarnya kepada media pada Minggu (7/9/2025). Eko menambahkan, pihaknya masih menunggu konfirmasi lebih lanjut dari Babinkamtibmas setempat.

Sukirno, Ketua RT setempat, membenarkan bahwa rumah keluarga korban telah tampak lengang sejak subuh. “Dari pagi sudah tertutup seperti ini. Tidak tahu kemana perginya, karena tidak memberi kabar,” katanya.

Sukirno mengaku belum mendapat kepastian resmi mengenai identitas korban, meski kabar buruk itu sudah tersiar di kalangan warga.

Terkait sosok Tiara, Sukirno mengungkapkan bahwa ia tidak terlalu mengenal dekat. “Sejak kuliah, ia sudah jarang pulang. Katanya sekarang bekerja di Surabya, jadi sangat jarang bertemu,” jelasnya.

Namun, ia menggambarkan kedua orang tua Tiara sebagai pribadi yang baik dan aktif bersosialisasi.

“Keluarga mereka sangat baik dan mudah bergaul. Selalu aktif dalam setiap kegiatan warga, seperti saat perayaan HUT RI kemarin. Setiap hari, mereka berjualan sempol di depan Masjid Agung. Dulu pernah jualan es tebu,” kenang Sukirno dengan nada haru.

Tragedi mutilasi ini telah mengguncang komunitas kecil yang biasanya dipenuhi keakraban. Sementara keluarga korban memilih menyendiri dalam kesedihan, tetangga-tetangga lain hanya bisa menunggu, berharap ada kejelasan di balik pintu yang masih tertutup itu. (ted)