Jakarta –
Pernahkah mendengar ungkapan orang yang humoris lebih cenderung depresi? Ternyata, pernyataan tersebut ada benarnya.
Situasi tersebut berkaitan erat dengan sad clown paradox atau paradoks badut sedih. Istilah tersebut menjelaskan kaitan antara orang-orang yang sangat lucu justru memiliki masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Dikutip dari IFL Science, dalam buku Pretend the World Is Funny and Forever: A Psychological Analysis of Comedians, Clowns, and Actors, oleh Seymour dan Rhoda Fisher, para ilmuwan menemukan orang-orang yang paling lucu seringkali berasal dari latar belakang sosial-ekonomi rendah dan kemungkinan mengambil peran sebagai ‘badut kelas’ di sekolah untuk mengatasi stres dan kecemasan.
Mereka juga menemukan pola yang tidak biasa dalam hubungan keluarga pada orang humoris. Komedian lebih sering melaporkan hubungan positif dengan ayah, sementara ibu digambarkan sebagai sosok kritis, agresif, dan tidak keibuan. Pola ini juga tercermin dalam studi terhadap komedian amatir di usia sekolah.
Secara ilmiah, humor kini dianggap sebagai salah satu kekuatan karakter. Ilmu psikologi positif, bidang yang mempelajari hal-hal baik dalam diri manusia, menyebutkan humor dapat digunakan untuk membuat orang lain bahagia, membangun kedekatan, hingga meredakan stres.
Maka tak heran selera humor yang tajam kerap lahir dari masa lalu yang rumit, sebagai cara untuk bertahan. Namun, hal itu tak selalu membuat orang yang humoris terbebas dari beban mental akibat sejarah hidupnya.
Manusia Secara Naluriah Ingin ‘Merasa Diterima’
Manusia adalah makhluk sosial yang kuat. Otak merasakan senang saat mendapat persetujuan dari orang lain dan merasakan sakit saat ditolak secara sosial. Status sosial yang rendah juga secara konsisten dikaitkan dengan masalah mental, seperti depresi dan kecemasan.
Sulit untuk memastikan apakah mereka yang memiliki masalah mental memang kesulitan mendapat penerimaan dari orang lain. Namun, salah satu faktor yang sangat berkaitan dengan interaksi dan penerimaan sosial adalah humor.
“Membuat orang lain tertawa adalah cara yang bisa diandalkan dan efisien untuk disukai oleh orang lain,” kata ahli saraf Dean Burnett dikutip dari BBC Science Focus, Sabtu (19/7/2025).
Secara logis, ini bisa menjadi bentuk demi mendapatkan penerimaan. Mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental juga lebih terdorong dalam menggunakan cara itu dan akhirnya mahir dalam humor.
(avk/up)
