Bisnis.com, JAKARTA — Operator telekomunikasi menghadapi tekanan yang semakin besar dari para pelaku kejahatan siber sepanjang 2025. Transformasi teknologi yang kian masif dan saling terhubung membuat sektor ini menjadi sasaran utama berbagai jenis serangan.
Dalam laporan terbaru di Buletin Keamanan Kaspersky serangan mencakup aktivitas ancaman yang ditargetkan atau advanced persistent threat (APT), kompromi rantai pasokan, gangguan DDoS, dan penipuan berbasis SIM. Laporan yang dikutip Kamis (25/12/2025) itu mencatat, ancaman APT paling mendominasi.
Peneliti keamanan senior Kaspersky GReAT Leonid Bezvershenko menjelaskan kelompok peretas memanfaatkan posisi strategis infrastruktur telekomunikasi untuk aktivitas spionase jangka panjang.
Di sisi lain, kelemahan rantai pasokan juga menjadi titik kritis. Banyaknya vendor, kontraktor, dan platform terintegrasi membuat celah keamanan pada perangkat lunak maupun layanan berpotensi merembet langsung ke jaringan inti operator. Sementara itu, serangan distributed denial of service (DDoS) tetap menjadi ancaman nyata bagi kapasitas dan ketersediaan layanan.
“Ancaman yang mendominasi pada 2025, kampanye APT, serangan rantai pasokan, hingga serangan DDoS tidak akan hilang,” ujar Bezvershenko dalam keterangannya dikutip Rabu (24/12/2025).
Data Kaspersky Security Network menunjukkan, sepanjang November 2024 hingga Oktober 2025, sebesar 12,79% pengguna di sektor telekomunikasi menghadapi ancaman online. Pada saat yang sama, 20,76% pengguna berhadapan dengan ancaman langsung pada perangkat, sementara 9,86% organisasi telekomunikasi dilaporkan mengalami insiden ransomware.
Memasuki 2026, ancaman diperkirakan semakin kompleks. Risiko siber kini berkelindan dengan otomatisasi berbasis kecerdasan buatan (AI), transisi ke kriptografi pascakuwantum, serta integrasi jaringan 5G dengan satelit atau non-terrestrial network (NTN).
Bezvershenko menilai, pengelolaan jaringan berbasis AI berpotensi memperbesar kesalahan konfigurasi jika tidak diawasi secara memadai. Transisi kriptografi pascakuwantum yang tergesa-gesa juga dinilai dapat memicu masalah interoperabilitas dan kinerja.
Pada saat yang sama, integrasi 5G dengan satelit memperluas jangkauan layanan, tetapi sekaligus menambah titik risiko baru dalam sistem. Bezvershenko menegaskan pentingnya kesiapan pertahanan sejak awal.
“Kuncinya adalah intelijen ancaman berkelanjutan yang mencakup dari titik akhir hingga orbit,” tegasnya.”
Untuk memperkuat pertahanan, para ahli Kaspersky menyarankan pemantauan berkelanjutan atas lanskap APT dan infrastruktur telekomunikasi. Otomatisasi jaringan berbasis AI juga perlu diperlakukan sebagai program manajemen perubahan, bukan sekadar proyek teknis.
Di sisi kapasitas layanan, kesiapsiagaan menghadapi DDoS perlu ditingkatkan, mulai dari validasi mitigasi, perlindungan perutean tepi, hingga pemantauan sinyal lalu lintas. Penggunaan intelijen ancaman penting untuk mendeteksi infrastruktur botnet sejak dini.
