Operator Telekomunikasi Belum Siap Adopsi AI, Terkendala Data Debt

Operator Telekomunikasi Belum Siap Adopsi AI, Terkendala Data Debt

Bisnis.com, JAKARTA — Operator telekomunikasi di kawasan Asia Pasifik dinilai belum sepenuhnya siap memaksimalkan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), salah satunya karena persoalan “data debt”.

Temuan tersebut diungkap dalam laporan terbaru Accenture bertajuk Cracking the Code on Data Debt. 

Laporan itu menjelaskan bahwa data debt merupakan hambatan yang timbul akibat data perusahaan yang tersebar, tidak konsisten, dan terfragmentasi sehingga sulit dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan maupun inovasi berbasis AI.

Kondisi ini membuat 71% eksekutif operator telekomunikasi di Asia Pasifik mengaku tidak memiliki visibilitas menyeluruh terhadap jaringan dan portofolio mereka. 

Dampaknya, pengambilan keputusan menjadi lebih lambat. Selain itu, 66% karyawan operator (CSP) justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk membersihkan data dibandingkan menganalisisnya. Hanya 2% operator di kawasan ini yang telah memiliki strategi data terpadu dengan proses berbagi data lintas fungsi yang berjalan mulus.

Accenture juga merilis laporan pendukung berjudul The Front Runner’s Guide to Scaling AI, yang menunjukkan bahwa hanya 21% perusahaan telekomunikasi di Asia Pasifik berhasil memperoleh manfaat nyata dari investasi AI. 

Kelompok yang lebih maju ini umumnya menempatkan investasi jangka panjang pada pembaruan fondasi teknologi, pembangunan platform data yang siap untuk AI, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja.

Selain itu, operator di kawasan APAC kini berfokus pada lima area pengembangan AI, termasuk penerapan Self-Healing Automated Network dan Field Engineer Technical Assistant dalam Network & Service Assurance, Agent Co-Pilot pada layanan pelanggan, serta Sales Co-Pilot dan Marketing Content Generation untuk mendukung penjualan dan pemasaran.

Managing Director and Lead, Communications, Media and Technology Industry, Accenture in APAC Tore Berg mengatakan perusahaan telekomunikasi memiliki peluang besar untuk memanfaatkan AI, data, dan otomatisasi guna menghadirkan pengalaman pelanggan yang lebih mulus dan personal. 

Menurutnya, inovasi tersebut juga dapat membuka peluang layanan baru agar bisnis konsumer tetap tumbuh di tengah pasar yang semakin kompetitif.

Dia menambahkan bahwa pertumbuhan AI dan meningkatnya kebutuhan solusi berbasis cloud yang aman memberikan peluang bagi operator untuk memanfaatkan kekuatan jaringan dan kepercayaan pelanggan.

“Ini dapat mendorong pertumbuhan bisnis B2B sekaligus memperkuat peran mereka dalam ekonomi digital,” kata Tore dalam keterangan resminya pada Rabu (26/11/2025).

Tore juga menyoroti tumbuhnya kesadaran operator telekomunikasi terhadap potensi AI. 

Dia mengatakan operator telekomunikasi semakin menyadari potensi kecerdasan buatan dan mulai berinvestasi karena melihat teknologi tersebut mampu meningkatkan produktivitas sekaligus profitabilitas bisnis.

“Sebagian kecil pemimpin sudah bergerak lebih jauh dengan melakukan investasi mendalam dan konsisten untuk melakukan reinvent bisnis mereka, membuka peluang baru yang mendukung perluasan bisnis di masa depan,” katanya.

Sementara itu, Vivek Luthra, Senior Managing Director, Data and AI Lead, APAC & South East Asia Business and Global Strategic Pursuits at Accenture, menegaskan peningkatan pemanfaatan AI membutuhkan komitmen besar dari perusahaan.

Dia menyebut adopsi AI harus berfokus pada inti bisnis dan dipandu langsung oleh manajemen puncak serta didukung transformasi struktural yang nyata.

“Dua area yang harus menjadi prioritas utama adalah teknologi dan talenta,” katanya. Vivek menjelaskan persoalan technical debt yang selama ini membebani operator kini berkembang menjadi data debt, terutama karena data yang terisolasi dan tidak konsisten.

“Sistem lama menyerap anggaran namun menghambat kelincahan. Sekarang muncul pula data debt karena data yang tidak konsisten dan terisolasi menghambat inovasi berbasis AI. AI justru dapat membantu operator mempercepat modernisasi dan mengatasi masalah tersebut,” katanya.

Menurutnya, kebutuhan keterampilan juga berubah seiring meningkatnya otomatisasi di industri telekomunikasi. Tenaga kerja yang dibutuhkan bukan hanya ahli jaringan, tetapi juga memiliki kemampuan data dan AI

“Operator perlu strategi terarah untuk membangun keterampilan baru sekaligus menyiapkan tenaga kerja masa depan,” ungkapnya.

Adapun Tejas Rao, Managing Director and Global Network Practice Lead, Communications Media and Technology, Accenture, menilai penerapan agentic AI menjadi kunci akselerasi menuju operasi jaringan otonom atau zero-touch.

Dia menuturkan teknologi ini memberikan peluang transformasi besar bagi operator telekomunikasi.

“Sebanyak 63% operator telekomunikasi global kini telah berinvestasi dalam AI agents. Sebagian besar masih pada tahap eksperimen, namun 2 dari 10 sudah mulai menerapkannya secara lebih luas di berbagai fungsi. Teknologi ini memberikan peluang besar bagi operator untuk mentransformasi konektivitas menjadi aset strategis yang mendorong pertumbuhan,” ungkapnya.

Laporan Cracking the Code on Data Debt disusun berdasarkan survei terhadap 256 eksekutif senior dari 24 negara, termasuk 66 eksekutif asal Asia Pasifik. Adapun riset The Front Runner’s Guide to Scaling AI melibatkan 2.000 eksekutif C-suite dan pakar data dari hampir 2.000 perusahaan global berpendapatan di atas US$1 miliar di 15 negara, termasuk 38 operator telekomunikasi (CSP) di kawasan APAC. 

Penilaian dilakukan terhadap kesiapan data, talenta, responsible AI, serta kematangan LLM operations untuk memetakan tingkat kesiapan AI perusahaan pada empat kategori, yaitu Experimenting, Progressing, Fast-Followers, dan Front-Runners.